Heboh Pemerintah Utang Rp344 M, Anak Buah Zulhas Ngaku Salah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kisruh minyak goreng setahun lalu ternyata berbuntut sampai saat ini dan memicu polemik baru. Pemerintah utang sekitar Rp344 miliar kepada peritel modern, atas selisih harga atau rafaksi minyak goreng.
Hingga kini, kepastian penyelesaian utang pemerintah itu belum jelas. Sebab, Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
Lalu, siapa yang salah
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan langkah yang diambil Kemendag sebelumnya tidak salah, karena yang namanya kebijakan pasti ada sisi pro dan kontra-nya.
"Engga juga ya, namanya kebijakan selalu ada sisi pro kontra-nya. Jadi ada tekanan untuk segera pada saat itu untuk menstabilkan harga," tutur Karim saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan," Jumat (5/5/2023).
Polemik utang ini berawal dari program minyak goreng satu harga, Rp14.000 per liter, yang diberlakukan pada Januari 2023. Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi kala itu, menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS. Yang juga mengatur alokasi anggaran sebesar Rp7,6 triliun dari kas Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai subsidi mengganti selisih harga pedagang dengan harga pemerintah.
Program ini adalah yang pertama dari sekian rentetan kebijakan minyak goreng yang diberlakukan dan dicabut Mendag Lutfi akibat makin 'menggilanya' minyak goreng. Bahkan, sampai hilang dari rak-rak minyak goreng di ritel modern dan pasar kala itu. Tak hanya hilang dari pasaran, harga minyak goreng tahun lalu pun sempat rekor tembus Rp57.000 per kemasan 2 liter.
Nahasnya, Permendag No 3/2022 dalam hitungan pekan dicabut dan diganti dengan kebijakan baru.
Dan, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey, 31 perusahaan anggotanya hingga kini pihaknya belum menerima pembayaran atas selisih harga itu. Mencakup atas sekitar 40 juta liter minyak goreng yang digelontorkan pada periode 19-31 Januari 2023.
"Yang namanya utang ya harus dibayar. Kami minta penyelesaian dalam 2-3 bulan ke depan. Kami minta kepastian dan harus dibayar. Ini sudah menjadi kerugian, padahal kami sudah lakukan komitmen. Kita beli mahal, tapi kita jual murah, nah ini kita belum dibayar. Kami ingin dibayar cash," tambahnya.
"(Saat itu) rakyat menjerit karena per liternya mahal di atas Rp 24.000, sudah kita buat deh Rp 14.000 ya, nanti kita dukung, diganti uangnya bukan dari APBN, dari BPDPKS. Karena itu uang swasta yang dititipkan, yang diberikan sebagai ongkos pungutan ekspor," terang Roy.
(dce)