Para pengambil kebijakan yang tergabung di dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) turut menyampaikan pandangannya tentang arah perekonomian ke depan dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2023 yang diselenggarakan pada Selasa, 28 Februari 2023.
Mereka di antaranya adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Mahendra Siregar, dan Ketua DK Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa.
Sri Mulyani menyampaikan pandangannya secara menyeluruh soal ekonomi 2023 berdasarkan hasil pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral Negara G20 di India.
Sementara Perry Warjiyo menyampaikan pandangan dan strateginya sebagai pengawas moneter.
Demikian juga, Mahendra dan Purbaya yang menyampaikan pandangan dan strateginya mengenai arah industri keuangan di tanah air ke depan.
Semuanya sepakat, bahwa perekonomian global tahun ini tak seburuk seperti ramalan-ramalan sebelumnya. Pun ekonomi Indonesia masih tetap optimistis, namun waspada terhadap berbagai gejolak, yang bisa merembet terhadap sistem keuangan di Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, bahwa tensi geopolitik Rusia dan Ukraina masih akan mewarnai perekonomian global di tahun 2023. Namun, kiranya situasi tak sekelam tahun-tahun sebelumnya.
Saat berbincang dengan Founder & Chairman CT Corp Chairul Tanjung, Sri Mulyani menjelaskan, AS kemungkinan tidak akan mengalami resesi.
"Ini adalah berita bagus, karena berarti ekonomi dunia tidak terlalu buru," ujarnya.
Selain itu juga, pembukaan kembali aktivitas ekonomi di China memberikan harapan, paling tidak pada kuartal II-2023 atau paruh pertama di tahun ini.
Demikin juga dengan ekonomi Eropa yang diperkirakan tidak akan mengalami penurunan lebih dalam, karena diperkirakan benua biru ini dapat mampu menangani krisis energi dengan lebih baik.
"Harga energi mereka itu tahun lalu sempat naik bahkan tiga kali lipat bahkan in very extreme case pernah naik 5 kali lipat. Namun ekonominya lebih resilient ternyata," jelas Sri Mulyani.
"Jadi ini memberikan harapan kalau Amerika, Eropa, RRT baik, India tetap tumbuh bagus. Saya datang, kita ngobrol dengan Menteri Keuangan India Nirmala dan mengatakan, ekonomi akan relative baik di tahun 2023 dibandingkan dengan prediksi sebelumnya," kata Sri Mulyani lagi.
Adapun diperkirakan pertumbuhan ekonomi global mencapai 1,7% sampai 2%, masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi global saat masa pemulihan sebelumnya yang berada pada kisaran 5% sampai 6% atau dalam situasi normal yang bisa tumbuh di antara 4% sampai 5%.
"Inflasi masih menjadi faktor perhatian, karena kontribusi dari kenaikan harga, bukan dari sisi demand side saja, tapi banyak dari sisi supply side juga," kata Sri Mulyani lagi.
Ketika AS mengalami resesi dan pembukaan kembali aktivitas di China, bendahara negara ini berharap ekonomi Indonesia akan tetap tangguh, didukung dari membaiknya mobilitas dan konsumsi masyarakat.
"Kta masih 2023 ini dengan optimisme. [...] Indonesia harus menjaga apa yang sudah kita capai resiliensi dan pondasi ekonomi dari sisi pemulihan, sesudah pandemi," ujarnya.
Kendati demikian, kata Sri Mulyani tetap harus waspada karena masih tingginya tensi geopolitik dan tingginya suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), dan implikasinya terhadap rantai pasok global.
Senada dengan Sri Mulyani, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa situasi ekonomi dunia, terutama AS dan China diperkirakan membaik. Namun, masih akan sulit untuk bisa membuat ekonomi dunia membaik.
"Dari sisi terutama mungkin better outlook untuk (pertumbuhan ekonomi) China 4,6%, mungkin kita perkirakan bisa 5,1% dengan pembukaan," jelas Perry.
Menurut Perry, pembukaan ekonomi China tentu akan membawa kabar baik bagi tanah air, karena Negeri Tirai Bambu ini menjadi pangsa ekspor terbesar Indonesia.
Salah satu hal yang perlu diwaspadai, kata Perry justru penurunan ekonomi di AS dan Eropa. Oleh sebab itu, selaku otoritas moneter, Perry bilang bahwa dirinya akan bersikap arif dan bijak dalam menentukan kebijakan.
"Pengalaman menunjukkan, konsistensi kebijakan suku bunga harus diarahkan memastikan pengendalian inflasi di dalam negeri. Ini adalah hal yang paling penting," jelas Perry.
BI memperkirakan inflasi inti akan di bawah 4% atau mendekati 3,6% pada semester I-2023 dan inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) akan kembali di bawah 4% setelah bulan September 2023.
Perry pun memastikan, bahwa saat ini tidak perlu lagi kenaikan suku bunga, karena inflasi akan kembali pada target sasaran 3% plus minus 1%, juga sekaligus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Seperti diketahui suku bunga BI saat ini sebesar 5,75%.
Adapun baseline untuk suku bunga kebijakan AS, Bank Indonesia memiliki pandangan akan mencapai 5,25% sampai dengan akhir tahun.
"Ingat, dampak kenaikan Fed Fund Rate terhadap perekonomian Indonesia tidak langsung berdampak terhadap nilai tukar rupiah, yang berpengaruh adalah yield SBN," jelas Perry.
"Book smart iya, street smart iya. Jadi, mari kita lihat yield differential-nya. Itu lah koordinasi kami dengan Bu Menteri Keuangan (Sri Mulyani) menjaga yield differential antara government bond dengan US Treasury itu menarik," kata Perry lagi.
Ketua DK OJK Mahendra Siregar menjelaskan, pihaknya akan terus menjaga stabilitas sektor keuangan, baik dari kacamata risiko transmisi karena perkembangan internasional, maupun perkembangan di dalam negeri.
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI ini juga turut mengamini perihal perkembangan ekonomi dunia, yang diperkirakan tidak akan seburuk seperti ramalan sebelumnya.
Kendati demikian, Mahendra justru waspada, karena sebenarnya berkaca dari pengalamannya tiga tahun silam, bahwa ekonomi di tanah air dan dunia luluh lantak dikarenakan penyebaran virus corona.
"Jadi, di bagian itu nampaknya masih ada kemungkinan-kemungkinan yang harus diantisipasi. Tapi persoalannya bukan semata-mata mencermati apa yang terjadi di internasional," jelas Mahendra.
Oleh karena itu, kata Mahendra bersama KSSK, untuk bisa fokus bagaimana kita tetap menjaga stabilitas sektor keuangan dan juga tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Terlepas dari bagaimana apapun kondisi di internasional.
Terpenting kata Mahendra, bahwa pemangku kebijakan di tanah air bisa mematahkan semua potensi resikonya dan melakukan rangkaian mitigasi, baik itu moneter, fiskal, dan sistem keuangan secara menyeluruh.
"Yang sudah berubah adalah pemahaman kita terhadap potensi risiko global transmisinya berapa, itu yg sudah berubah sehingga momentum pertumbuhannya bisa terus dijaga. Tapi kami tidak mengecilkan risiko global," ujarnya.
Menjaga stabilitas dan menyelesaikan proses reformasi mengembangkan dan menguatkan reformasi masing-masing industri, juga tak boleh dilupakan.
Perhatian OJK saat ini kata Mahendra, adalah bagaimana mengatasi masalah perusahaan-perusahaan yang bermasalah, yang harus dicarikan solusinya.
"Kalau yang terakhir itu tidak dilakukan maka juga akan menimbulkan persoalan kepercayaan, persoalan bagi confidence kepada industri itu maupun sistem jasa keuangan," jelas Mahendra.
Pada tahun ini, Mahendra optimistis pertumbuhan industri jasa keuangan akan lebih baik, dibandingkan dengan kondisi pada 2022.
"Bahkan jauh lebih baik daripada saat Covid-19, bahkan jauh lebih baik daripada 5 tahun secara rata-rata sebelum pandemi," ujarnya.
"Sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk melihat 2023 ini, kecuali dengan kacamata yang optimis dan confidence, terlepas dari kondisi global yang memang belum tentu semakin baik," jelas Mahendra lagi.
Ketua DK LPS Purbaya Yudhi Sadewa. menjelaskan stabilitas sistem keuangan di Indonesia akan stabil. Tercermin bagaimana saat ini kepemilikan surat utang pemerintah atau surat berharga negara (SBN) lebih didominasi oleh domestik.
Begitu juga saat ini telah ada ketentuan penerbitan SBN dalam bentuk valuta asing (valas) hanya 20%.
"Sekarang SBN pemerintah luar negeri sudah boleh 20% maksimum. Jadi, kita terbatas hanya bisa beli SBN saja. Bagusnya ya aman," jelas Purbaya.
LPS pun, kata Purbaya akan selalu siap disaat pemerintah menerbitkan surat utang, namun tidak ada investor yang tertarik.
"Kita selalu siap kalau ketika pemerintah mengeluarkan bond, kalau gak ada yang beli atau kurang, biasanya mereka telpon kita," ujarnya.
"Pak Purbaya siap beli? Siap kita beli. [...] Tapi ke depan kita coba cari cara yang lebih baik agar bisa memanfaatkan uang sepanjang diinginkan oleh undang-undang," jelas Purbaya lagi.
Secara keseluruhan, kata Purbaya sistem keuangan di Indonesia akan stabil pada tahun ini. LPS juga bahkan kini telah ditugaskan lewat Undang-Undangan Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU PPSK), untuk bukan hanya menjamin simpanan nasabah perbankan, namun juga pemilik premi asuransi.
"Sistem finansial kita akan stabil pada tahun 2023. Jangan takut kekuatan LPS semakin besar menjaga simpanan anda di bank. Jadi jangan ragu simpan uang di bank," jelas Purbaya.