
WHO: Krisis Ini Mengintai Pasca Gempa Turki, Bisa Lebih Parah

Jakarta, CNBC Indonesia - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan tentang krisis kesehatan sekunder yang mengancam Turki dan Suriah setelah gempa dahsyat, yang bisa lebih buruk daripada gempa itu sendiri.
Gempa berkekuatan M 7,8 pada Senin telah menewaskan lebih dari 12.000 orang di Turki dan Suriah, meratakan ribuan bangunan dan menjebak sejumlah orang yang tidak diketahui jumlahnya.
Dilansir AFP, Kamis (9/2/2023), WHO mengatakan ada perlombaan melawan waktu untuk menyelamatkan nyawa dan memastikan korban selamat tetap hidup dalam keadaan yang baik.
Robert Holden, manajer insiden tanggap gempa WHO, mengatakan fokus langsungnya adalah menyelamatkan nyawa, tetapi menegaskan bahwa "penting untuk memastikan bahwa mereka yang selamat dari bencana awal... terus bertahan".
"Kami memiliki banyak orang yang selamat sekarang di tempat terbuka, dalam kondisi yang memburuk dan mengerikan," jelasnya, dengan akses air, bahan bakar, listrik, dan komunikasi yang terganggu.
"Kami berada dalam bahaya nyata melihat bencana sekunder yang dapat membahayakan lebih banyak orang daripada bencana awal jika kami tidak bergerak dengan kecepatan dan intensitas yang sama seperti yang kami lakukan dalam pencarian dan penyelamatan," tuturnya.
"Ini bukan tugas yang mudah... Skala operasinya sangat besar."
Adapun, badai musim dingin menambah kesengsaraan dengan membuat banyak jalan yang telah rusak oleh gempa hampir tidak bisa dilewati.
Adelheid Marschang, petugas darurat senior WHO, menjelaskan risiko yang mungkin dihadapi para penyintas.
Dia mengatakan ada "kekhawatiran yang jelas" bahwa "risiko kesehatan yang mendasari kemungkinan akan diperburuk" setelahnya.
Di Suriah, yang dilanda perang saudara selama bertahun-tahun, bahaya penyakit termasuk diare, kolera, penyakit pernapasan, leishmaniasis, kecacatan, dan infeksi luka sekunder.
Gempa juga kemungkinan akan memperburuk kondisi kronis dan penyakit tidak menular karena terganggunya layanan kesehatan, dengan kapasitas seperti itu sudah "sangat terpengaruh" oleh perang saudara.
Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengantisipasi bahwa jumlah korban tewas akan terus meningkat.
"Dengan kondisi cuaca dan gempa susulan yang terus berlanjut, kami berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan nyawa."
"Orang-orang membutuhkan tempat berlindung, makanan, air bersih dan perawatan medis, untuk cedera akibat gempa, tetapi juga untuk kebutuhan kesehatan lainnya."
Dia mengatakan satu penerbangan bantuan medis sedang menuju Istanbul dari pusat logistik WHO di Dubai, sementara penerbangan lain menuju Damaskus sedang bersiap untuk berangkat, dengan penerbangan lain ke ibu kota Suriah.
Tedros mengatakan 77 tim medis darurat nasional dan 13 internasional dikerahkan ke daerah yang terkena dampak.
Dia memperingatkan bahwa situasi di Suriah diperparah dengan wabah campak dan kolera. Sejak akhir Agustus, Suriah telah melaporkan sekitar 85.000 kasus kolera.
Direktur kedaruratan WHO Michael Ryan menambahkan bahwa perlu ada dukungan kesehatan mental jangka panjang untuk mengatasi trauma yang sedang berlangsung.
"Ini masalah besar. Tekanan psikologis yang dialami masyarakat dalam 60 jam terakhir akan bergema selama 60 tahun."
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gempa Turki Bikin Dunia Bersatu! Ini Daftar yang Terlibat