Minta BI Atur Dolar AS, Pak Jokowi Mau Kontrol Devisa di RI?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
07 December 2022 16:45
Presiden Joko Widodo
Foto: Dokumentasi Twitter Sekretariat Kabinet

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang kabinet paripurna menghimbau Bank Indonesia (BI) membentuk mekanisme agar dolar Amerika Serikat (AS) di Tanah Air bertahan lebih lama.

"Dari BI bisa buat sebuah mekanisme sehingga ada periode tertentu cadangan devisa yang bisa disimpan dan diamankan di dalam negeri," jelas Menko Perekonomian Airlangga kemarin usai Sidang Kabinet Paripurna, dikutip Rabu (7/1/2022).

Apa sebenarnya yang diinginkan Jokowi, apakah mau mengembalikan lagi rezim kontrol devisa di Tanah Air?

Sampai saat ini, belum ada penjelasan resmi dari pemerintah apa sebenarnya usulan kebijakan yang bisa diterapkan oleh bank sentral.

Bank Indonesia (BI) pun sampai saat ini belum memberikan penjelasan resmi mengenai, kebijakan apa yang akan ditempuh untuk bisa menahan DHE lebih lama di Tanah Air.

Kepala Ekonom BCA David Sumual juga memandang, jika otoritas ingin menerapkan kebijakan aturan mengenai DHE, bisa terbentur dengan undang-undang yang ada saat ini.

Undang-Undang mengenai Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar diatur di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999. Di dalam UU tersebut, pemerintah memberlakukan rezim devisa bebas.

David bilang, saat ini sebenarnya sudah ada aturan dari Bank Indonesia berupa sanksi untuk eksportir yang tidak menyimpan DHE di dalam negeri.

Pertengahan Juli lalu, BI bahkan memperpanjang batas waktu pengajuan pembebasan Sanksi Penangguhan Ekspor (SPE) hingga akhir Desember 2022.

Namun, hal tersebut dibatalkan dan BI mencabut relaksasi tersebut. Aturan wajib parkir devisa di dalam negeri ini direlaksasi oleh BI sepanjang pandemi.

Pun ketentuan tersebut, kata David tidak sepenuhnya berhasil, karena para eksportir hanya memarkirkan dolarnya saja, tanpa dikonversi ke rupiah.

"Persoalannya memang banyak dana yang tidak dikonversi ke rupiah. Tidak ada aturan untuk bertahan juga. Misalnya ter-record hari ini terus besok keluar lagi, gak ada masalah," jelas David kepada CNBC Indonesia,.

Masalahnya kata David, jika otoritas mau mengatur kebijakan DHE di dalam negeri, maka akan terbentur dengan aturan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999.

"Ini terbentur juga dengan aturan kaitan dengan undang-undang devisa bebas," ujarnya lagi.

Kendati demikian, kata David, bisa diupayakan dengan beberapa instrumen pendalaman finansial, seperti dengan memperdalam instrumen keuangan dengan memberikan kepastian kurs terhadap pengusaha.

David, mencontohkan, jika eksportir atau importir memiliki menaruh dornya di perbankan nasional, namun saat membutuhkan lagi dolar AS dalam beberapa bulan lagi, bisa diberikan premi khusus.

"Misal eksportir menaruh dolar saat kursnya Rp 15.700/US$. Tiga bulan kemudian dia butuh dolar namun kursnya sudah naik Rp 15.750/US$. Jadi Rp 15.750 versus Rp 15.700, itu persentasenya yang harus eksportir/importir bayar sebagai kompensasi mendapatkan kepastian kurs," jelas David.

"Kita kan mau yang pasti-pasti, jangan sampai saya mau beli valas lagi harganya Rp 16.000/US$," kata David lagi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah memandang BI bisa menerapkan compulsory surrender atau penyerahan wajib DHE, dan mengkonversikannya ke rupiah.

Kebijakan compulsory surrender tersebut menurut Piter tidak bertentangan dengan kebijakan devisa bebas.

"Kebijakan devisa kita sesuai UU adalah kebijakan devisa bebas. Compulsory surrender bukan berarti mengubah kebijakan devisa bebas menjadi devisa kontrol," ujar Piter.

Melansir laporan dari laporan Kementerian Hukum dan HAM RI mengenai Lalu Lintas Devisa, sebelum tahun 1970, Indonesia menganut rezim devisa kontrol.

Berdasarkan rezim devisa kontrol tersebut, setiap penduduk tidak diberikan kebebasan untuk memiliki dan menggunakan devisa.

Artinya, ada pembatasan dalam jumlah pembelian dan penjualan mata uang asing, antara penduduk dan non penduduk termasuk kewajiban menjual devisa kepada negara.

Lewat rezim devisa kontrol ini juga pemerintah membatasi perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan non penduduk, termasuk aset dan kewajiban luar negeri antar penduduk juga dibatasi.

Seiring berjalannya waktu, kontrol devisa secara bertahap mulai ditinggalkan oleh pemerintah karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Juga sejalan dengan kebijakan Indonesia membuka diri kembali terhadap modal asing.

Kebijakan penerapan rezim devisa bebas diawali dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, yang kemudian diatur lebih jelas di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999.

Rezim devisa bebas yakni suatu sistem lalu lintas devisa dimana perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk/residen dan non penduduk/non resident termasuk aset dan kewajiban luar negeri antar penduduk dibebaskan.

Setiap penduduk bebas memiliki dan menggunakan devisa, tanpa adanya pembatasan dalam jumlah pembelian dan penjualan mata uang asing antara penduduk dan atau non penduduk.

Tidak ada kewajiban menjual devisa kepada negara, sehingga penggunaan devisa bebas dimiliki oleh siapapun untuk melakukan kegiatan perdagangan internasional, transaksi di pasar uang dan transaksi di pasar modal.

Kemenkum HAM dalam laporan mengenai Lalu Lintas Devisa tersebut juga memandang penerapan devisa bebas memiliki dampak positif dan negatif.



Dampak positifnya, yakni mendapatkan kemudahan untuk akses ke sumber pendanaan keuangan luar negeri, kemudahan untuk akses pelaku ekonomi domestik untuk melakukan investasi global dan transaksi aset secara internasional.



Sistem, devisa bebas juga memberi kemudahan mengalokasikan sumber-sumber daya dalam perekonomian melalui kompetisi untuk financial resources.



Kemudahan untuk memperoleh informasi mengenai ketersediaan sumber-sumber pendanaan bagi investasi domestik, pembiayaan perdagangan, dan kegiatan perekonomian lainnya.



Di sisi lain, penerapan devisa bebas menimbulkan dampak 'herd behavior' dari gerak modal internasional. Bagi negara dengan institusi keuangan lemah, sistem devisa bebas dapat merusak kestabilan perekonomian.



Juga dapat menyulitkan targeting besaran moneter dalam pelaksanaan kebijakan, dan struktur modal asing yang masuk hanya didominasi oleh modal-modal jangka pendek, dan sangat sensitif terhadap kredibilitas kebijakan pemerintah terutama kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular