AS Kritik Strategi Nol-Covid China: Tak Efektif!
Jakarta, CNBC Indonesia - Gedung Putih mengkritik strategi nol-Covid China dan menyebutnya tidak efektif. Amerika Serikat (AS) juga mengatakan rakyat China memiliki hak untuk melakukan protes secara damai.
"Kami telah lama mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk melakukan protes secara damai, di sini di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Ini termasuk di RRC," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional (NSC) dalam sebuah pernyataan, Senin (28/11/2022), dilansir CNBC International.
"Kami telah mengatakan bahwa nol-Covid bukanlah kebijakan yang kami kejar di sini di Amerika Serikat," kata juru bicara NSC. "Dan seperti yang telah kami katakan, kami pikir akan sangat sulit bagi Republik Rakyat China untuk dapat menahan virus ini melalui strategi nol-Covid mereka."
AS sendiri beranggapan China seharusnya fokus pada peningkatan tingkat vaksinasi dan membuat pengujian dan perawatan lebih mudah diakses, kata juru bicara itu.
Di China, muncul protes yang jarang terjadi terhadap penguncian Covid di wilayah Beijing, Shanghai, Urumqi, dan kota-kota lain selama akhir pekan.
Hampir 3 tahun setelah virus pertama kali muncul di Wuhan, China masih memberlakukan kontrol sosial yang ketat untuk meredam wabah Covid, sementara negara-negara seperti AS sebagian besar telah kembali ke kehidupan normal.
Kontrol Covid yang ketat di China membuat kematian sangat rendah dibandingkan dengan AS, tetapi tindakan tersebut juga sangat mengganggu kehidupan ekonomi dan sosial. Di China, lebih dari 30.000 orang telah meninggal akibat Covid sejak pandemi dimulai, menurut Organisasi Kesehatan Dunia. Di AS, lebih dari 1 juta orang telah meninggal.
Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka di AS, mengatakan pendekatan China terhadap Covid tidak masuk akal bagi kesehatan masyarakat.
Tingkat vaksinasi di kalangan lansia, salah satu kelompok yang paling rentan terhadap Covid, rendah di China dibandingkan dengannegara lain. Kampanye vaksinasi di China pertama-tama berfokus pada orang-orang dalam posisi kritis, selanjutnya mereka yang berusia 18 hingga 59 tahun, dan baru kemudian orang yang berusia 60 tahun ke atas.
"Jika Anda melihat prevalensi vaksinasi di kalangan orang tua, itu hampir kontraproduktif, orang yang benar-benar perlu Anda lindungi tidak terlindungi," kata Fauci kepada NBC.
Menurutnya, penguncian sementara mungkin masuk akal jika tujuannya adalah mengulur waktu untuk meningkatkan tingkat vaksinasi tetapi China tampaknya tidak melakukan itu, katanya.
"Tampaknya di China, itu hanya penguncian luar biasa yang sangat, sangat ketat di mana Anda mengunci orang di dalam rumah tetapi tampaknya tidak ada akhir dari itu," kata Fauci.
Pada Agustus, sekitar 86% orang berusia 60 tahun ke atas di China telah divaksinasi penuh dan 68% telah menerima booster, menurut laporan September dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) China. Sebagai perbandingan, 92% lansia Amerika telah divaksinasi penuh dan 70% telah menerima booster selama periode yang sama.
Fauci mengatakan vaksin yang dikembangkan di dalam negeri China juga tidak terlalu efektif.
Penulis laporan CDC China mengatakan orang yang lebih tua lebih skeptis terhadap vaksin tersebut. Uji klinis tidak melibatkan cukup banyak orang tua dan akibatnya tidak ada cukup data tentang keamanan dan kemanjuran vaksin untuk kelompok usia ini ketika kampanye imunisasi dimulai, tulis mereka.
(luc/luc)