CNBC Indonesia Research

Anwar Ibrahim Jadi PM Malaysia Saat Biaya Hidup Mencekik!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 November 2022 17:59
Perdana Menteri Malaysia yang baru diangkat Anwar Ibrahim menandatangani dokumen setelah mengambil sumpah selama upacara pengambilan sumpah di Istana Nasional di Kuala Lumpur pada 24 November 2022.
Foto: Perdana Menteri Malaysia yang baru diangkat Anwar Ibrahim menandatangani dokumen setelah mengambil sumpah selama upacara pengambilan sumpah di Istana Nasional di Kuala Lumpur pada 24 November 2022. (MOHD RASFAN/POOL/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Anwar Ibrahim resmi ditunjuk menjadi Perdana Menteri Malaysia ke-10 meski partai yang dipimpinnya tidak mendapat kursi mayoritas di Perlemen.

Dalam lembar pernyataan yang dilihat CNBC Indonesia, Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah sudah mencapai suara bulat dengan raja-raja Malaysia. Mereka menunjuk Anwar sebagai PM ke-10.

"Seri Paduka Baginda telah memberi perkenan untuk melantik Yang Terhormat Dato' Seri Anwar Ibrahim, sebagai Perdana Menteri (PM) Malasysia ke 10," bunyi pernyataan tersebut.

Partai Anwar Ibrahim, Pakatan Harapan, mengumpulkan jumlah kursi tertinggi dengan 82. Ini diikuti oleh partai lain, yakni Perikatan (73), Barisan Nasional (30), Gabungan Parti Sarawak (23), Gabungan Rakyat Sabah (enam), Warisan (tiga), Parti Bangsa Malaysia dan Parti Kesejahteraan Demokratik Masyarakat masing-masing satu kursi.

Untuk menjadi mayoritas setidaknya dibutuhkan 112 dari 222 kursi.

Meski belum ada koalisi resmi, tetapi Barisan Nasional sudah menyatakan dukungannya ke Pakatan. Gabungan keduanya pun total menjadi 112 kursi.

Tetapi masih belum jelas sejauh apa dukungan yang diberikan. Hal ini bisa menjadi tantangan pertama bagi Anwar dalam menjalankan pemerintahannya.

Tanpa suara mayoritas tentunya untuk memutuskan kebijakan akan lebih sulit. Apalagi di tengah gelapnya ekonomi dunia. Dalam kampanyenya, Anwar memprioritaskan perekonomian dan inflasi. Masalah yang dihadapi dunia saat ini.

Hal itu juga yang menjadi perhatian utama warga Negeri Jiran. Hasil survei yang dilakukan Merdeka Center, sebagaimana dikutip Reuters menunjukkan sebanyak 74% menaruh perhatian ke perekonomian.

Inflasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi lima besar yang menjadi perhatian utama warga Malaysia.

Inflasi di Malaysia saat ini tercatat sebesar 4,5% year-on-year (yoy) pada September, turun dari bulan sebelumnya 4,7% yang menyamai catatan April 2021. Level tersebut menjadi yang tertinggi dalam lebih dari 5 tahun terakhir.

Inflasi di Malaysia memang tidak seperti negara-negara Barat yang mencapai level tertinggi dalam puluhan tahun, tetapi tetap saja masih dalam kategori tinggi. Sebab, sejak 1960 sampai 2021 rata-rata inflasi sebesar 3%, berdasarkan World Data.

Selain itu, ada risiko inflasi bisa menanjak lagi, sebab nilai tukar ringgit terpuruk di tahun ini. Pada awal November, ringgit menyentuh kisaran MYR 4,7/US$ terlemah sejak 1998.

Nilai tukar yang melemah membuat harga barang impor lebih mahal, apalagi negara-negara lain juga mengalami inflasi tinggi. Sehingga harganya tentunya melonjak, ini bisa memicu imported inflation yang harus diredam Kabinet baru PM Anwar.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Malaysia Tak Lepas dan Suramnya Ekonomi Dunia

Sama dengan Indonesia, Malaysia kemungkinan tidak akan mengalami resesi di tahun depan, tetapi bukan berarti bebas dari tekanan.

Pada kuartal III-2022, produk domestik bruto (PDB) Malaysia tercatat melesat 14,2% (yoy). Kenaikan yang sangat tinggi, tetapi lebih karena low base effect, yakni kontraksi 4,5% (yoy) di kuartal yang sama tahun lalu.

Namun tantangan akan dimulai di kuartal IV-2022 hingga tahun depan. Dengan inflasi yang tinggi, daya beli masyarakat akan menurun. Hal ini bisa menyeret PDB.

Selain itu, resesi dunia di 2023 juga akan memberikan dampak yang besar. Ekspor, salah satu motor penggerak Malaysia tentunya akan terdampak.

"Ekspor (Malaysia) kemungkinan melambat, kami memperkirakan harga komoditas akan menurun dan perekonomian global mengalami resesi di 2023," kata Shivaan Tandon, ekonom wilayah Asia di Capital Economics, sebagaimana dilansir Reuters Kamis (10/11/2022).

Capital Economics memprediksi perekonomian Malaysia akan "penuh perjuangan".

Hal ini juga diakui gubernur bank sentral Malaysia, Nor Shamsiah Yunus.

"Pertumbuhan ekonomi global yang moderat akan berdampak pada ekspor Malaysia," ujarnya.

Dengan outlook yang muram, PM Anwar perlu merancang anggaran belanja 2023 yang jitu. Dan itu akan menjadi tantangan pertama. Bagaimana membuat anggaran belanja yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak memicu inflasi.

Ketika belanja negara ditingkatkan, maka ada risiko kenaikan inflasi. Belanja negara dikurangi, pelambatan ekonomi akan semakin dalam.

Racikan anggaran belanja tersebut bisa menjadi semakin rumit jika PM Anwar tidak mendapat dukungan dari partai lain, mengingat tidak ada kursi mayoritas di Parlemen.


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Media Malaysia Sebut Anwar Ibrahim Resmi Jadi PM Baru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular