CNBC Indonesia Research

Momen Langka, RI Malah Deflasi Usai Harga BBM Naik

Maesaroh, CNBC Indonesia
02 November 2022 15:10
Pengisian BBM di SPBU Pertamina
Foto: Suasana pengisian BBM di SPBU Pertamina di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (6/9/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,11% (month to month/mtm). Deflasi ini terbilang anomali mengingat IHK biasanya masih melonjak sebulan pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi.

Seperti diketahui, pada 3 September 2022 pemerintah menaikkan harga BBM Subsidi Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Disusul, harga Solar subsidi dikerek menjadi Rp 6.800 per liter dari Rp 5.150 per liter. Dua BBM Subsidi terset rata-rata naik 31,4%.

Inflasi memang langsung melambung dan menyentuh 1,17% (mtm) dan 5,95% (year on year/yoy) pada September 2022. Bensin dan kenaikan tarif angkutan dalam kota di sejumlah wilayah mengerek inflasi bulanan September ke level tertingginya sejak Desember 2014 atau hampir delapan tahun.



Namun, kondisi berbalik pada Oktober. Secara bulanan, IHK malah tercatat deflasi 0,11% dan secara tahunan melandai ke 5,71%.

Melandainya inflasi Oktober menjadi anomali. Pasalnya, secara historis, inflasi akan melonjak pada bulan di mana ada kenaikan harga BBM dan pada bulan berikutnya karena dampak lanjutan (second round effect) masih terasa.

Sebagai contoh, pemerintah menaikkan harga BBM pada November 2014. Inflasi bulanan (month to month/mtm) pada November mencapai 1,56% sementara pada Desember menyentuh 2,46%.


Pada Juni 2013, pemerintah menaikkan harga BBM Subsidi rata-rata sebesar 30%. Inflasi Juni 2013 mencapai 1,02% (mtm) sementara inflasi Juli menembus 3,29%.

Salah satu faktor mengapa terjadi deflasi pada Oktober adalah pada komoditas pangan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan komponen bahan makanan mengalami deflasi selama dua bulan beruntun.

Deflasi pada kelompok pangan mencapai 1,49% (mtm) pada Oktober sementara pada September mencapai -0,68%.

"Cabai merah, telur ayam ras, daging ayam ras, dan cabai rawit penyebab utama deflasi Oktober. Pasca penyesuaian harga BBM, harga cabai merah, daging ayam ras, dan cabai rawit mengalami deflasi dua bulan berturut-turut," tutur Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Setianto pada saat konferensi inflasi Oktober, Selasa (1/11/2022).

Cabai merah mengalami deflasi 2,26% pada Oktober sementara telur ayam ras tercatat deflasi 8,05%. Daging ayam ras mencatatkan deflasi sebesar 23.4% dan cabai rawit sebesar 12,69%.


Kelompok makanan yang mengalami inflasi adalah beras, tahu. dan tempe.


Deflasi pada kelompok pangan pada Oktober 2022 sudah diperkirakan banyak pihak mengingat kelompok pangan sudah melambung harganya sejak awal hingga pertengahan tahun ini. Pasokan pangan juga sudah membaik.

Pemerintah dan Bank Indonesia juga terus menekan laju inflasi kelompok volatile dalam tiga bulan terakhir, termasuk dengan mengizinkan pemerintah daerah menggunakan APBD untuk menekan harga pangan. Termasuk di dalamnya adalah dengan melakukan operasi pasar.

"Harga makanan mengalami penurunan tajam karena pasokan yang meningkat di tengah musim panen dan operasi pasar yang efektif," tutur ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman dalam Macro Brief.

Seperti diketahui, inflasi kelompok volatile atau harga bergejolak pada periode Januari-Juli 2022 selalu di atas 0,90% (mtm). Pengecualian terjadi pada Februari di mana terjadi deflasi 1,50%.


Lonjakan inflasi volatile dipicu oleh penyebab yang berbeda mulai dari minyak goreng, cabai, hingga sayur-mayur.


Harga cabai rawit merah sempat menembus Rp 100.000 per kg pada pertengahan Juli. Minyak goreng bahkan sempat langka pada Februari-Maret dan harganya melonjak tajam hingga Rp 60.000 per kg di Indonesia bagian timur.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata inflasi kelompok volatile (mtm) dalam lima tahun terakhir ada di kisaran 0,41%. Sementara itu, rata-rata inflasi kelompok volatile pada Januari-Juli mencapai 1,28% atau tiga kali lipat lebih tinggi.

Inflasi kelompok volatile menjulang sejak Maret - Juli 2022 yakni masing-masing sebesar 1,99%, 2,30%, 0,94%, 2,51%, dan 1,41%.

Inflasi kelompok bahan pangan pada Juli 2022 yang menembus 2,51% adalah yang tertinggi sejak Desember 2014 atau 7,5 tahun.

Kondisi mulai berbalik arah sejak Agustus 2022. Dibantu dengan penurunan harga cabai merah dan minyak goreng, inflasi kelompok pangan mulai turun drastis.
Secara keseluruhan, kelompok  makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan deflasi pada Agustus sebesar 0,48% (mtm), pada September sebesar 0,30% (mtm), dan Oktober sebesar 0,97% (mtm). Termasuk di dalamnya adalah kelompok volatile seperti cabai.

Deflasi pada makanan, minuman, dan tembakau ini tidak terjadi pada periode kenaikan harga BBM tahun-tahun sebelumnya.

Setelah kenaikan harga BBM November 2014, misalnya, kelompok bahan makanan minuman, dan tembakau mengalami inflasi 2,15% (mtm) pada November dan melonjak 3,22% pada Desember.



Pada kenaikan harga BBM Juni 2013, kelompok bahan makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan inflasi 1,17% (mtm)  pada Juni dan melonjak menjadi 5,46% pada Juli.



Adapun, pada kenaikan harga BBM Mei 2008, kelompok bahan makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan inflasi 1,72% (mtm) pada Mei dan  1,28% pada Juni.

Absennya perayaan atau momen besar pada September dan Oktober 2022 menjadi alasan lain mengapa IHK justru mengalami deflasi sebulan setelah harga BBM naik.

Dengan tidak adanya momen khusus yang "memaksa" orang banyak belanja maka harga barang lain di luar BBM tidak ikut melonjak.



Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha sudah berlangsung pada semester I. Begitu juga dengan periode ajaran baru sekolah yang biasanya menaikkan inflasi. Sementara itu, momen Hari Natal dan Tahun Baru masih jauh.



Kondisi ini berbeda dengan kenaikan harga BBM pada tahun-tahun sebelumnya yang berdekatan dengan hari raya keagamaan atau periode inflasi tinggi.

Pada kenaikan harga BBM Oktober 2005, inflasi melonjak pada Oktober dan November karena ada Puasa dan Lebaran pada Oktober-November sehingga lonjakan inflasi tidak bisa dihindari. Kemudian, pada kenaikan harga BBM Mei 2008, dampak kenaikan harga BBM masih sangat terasa pada Juni karena ada momen ajaran baru sekolah.


Pada kenaikan harga BBM Juni 2013, lonjakan inflasi masih terjadi pada Juli salah satunya karena ada momen Puasa pada Juli.  Pada kenaikan harga BBM November 2014, lonjakan inflasi sangat terasa pada Desember 2014 karena ada perayaan Natal dan Tahun Baru.

Keputusan orang untuk menahan belanja juga menjadi salah satu alasan mengapa terjadi deflasi pada Oktober.

Survei penjualan ritel Bank Indonesia memperkirakan penjualan eceran pada Oktober akan menurun. Indeks ekspektasi penjualan Oktober tercatat 148,7 pada Oktober atau turun dibandingkan pada 149,6 pada September.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular