Diserang AS, Negara-Negara OPEC+ Pasang Badan Bela Arab Saudi
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah negara anggota organisasi pengekspor minyak dan sekutunya atau OPEC+ mulai melontarkan bantahan atas tuduhan Amerika Serikat (AS) yang menyebut Arab Saudi memanas-manasi lembaga itu untuk memotong produksi.
Menteri Energi Uni Emirat Arab (UEA), Suhail al-Mazrouei, menegaskan bahwa keputusan itu tidak dipengaruhi oleh tekanan politik manapun. Ia juga kembali mengulangi bahwa kesepakatan pemotongan produksi telah mendapat restu dari setiap anggota.
"Saya ingin mengklarifikasi bahwa keputusan OPEC+ terbaru, yang disetujui dengan suara bulat, adalah keputusan teknis murni, tanpa niat politik apa pun," terangnya dalam akun Twitter resmi yang dikutip Reuters, Senin (17/10/2022).
Komentarnya sendiri mengikuti pernyataan dari pemasar minyak negara Irak SOMO. Lembaga Baghdad itu mengungkapkan bahwa manuver ini diperlukan untuk menjaga stabilitas energi.
"Ada konsensus lengkap di antara negara-negara OPEC+ bahwa pendekatan terbaik dalam menghadapi kondisi pasar minyak selama periode ketidakpastian dan ketidakjelasan saat ini adalah pendekatan pre-emptive yang mendukung stabilitas pasar dan memberikan panduan yang diperlukan untuk masa depan."
Kepala Eksekutif Kuwait Petroleum Corporation Nawaf Saud al-Sabah juga menyambut baik keputusan OPEC+ dan mengatakan negara itu ingin mempertahankan pasar minyak yang seimbang.
Menteri Energi Aljazair Mohamed Arkab, sementara itu, menyebut keputusan pemotongan produksi itu 'bersejarah". Ia mengatakan bahwa dirinya dan Sekretaris Jenderal OPEC Haitham Al Ghais menyatakan keyakinan penuhnya akan langkah ini.
"Keputusan OPEC+, adalah respons murni teknis berdasarkan pertimbangan ekonomi murni," terangnya.
Sebelumnya, Washington menyebut pemotongan itu akan meningkatkan pendapatan asing Rusia dan berpandangan bahwa langkah itu telah direkayasa untuk alasan politik oleh Arab Saudi. Bahkan, AS juga menuduh Riyadh menyokong Rusia dalam serangannya ke Ukraina.
Diketahui, harga minyak sebelumnya mengalami kenaikan setelah Rusia menyerang wilayah Kyiv. Ini juga sempat mendorong pertumbuhan ekonomi Riyadh yang tinggi.
Namun, saat ini harga bahan bakar itu mulai menurun akibat kekhawatiran global akan resesi serta berbagai kebijakan Covid-19 ketat yang diberlakukan importir minyak terbesar dunia, China.
Menanggapi tuduhan itu, Raja Arab Saudi, Salman Bin Abdulaziz Al Saud, mengatakan bahwa negara itu adalah mediator perdamaian. Ia juga menyoroti inisiatif putra mahkota untuk membebaskan tawanan perang dari Rusia bulan lalu.
"Kami terkejut dengan klaim bahwa negara kami berpihak pada Rusia dalam perangnya dengan Ukraina," ujar salah satu Pangeran Saudi, Khalid Bin Salman.
(luc/luc)