Doyan Gorengan-Mi Instan, Orang RI Tinggalkan Beras, Beneran?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ada anggapan umum di masyarakat bila belum makan nasi maka sama saja dianggap belum makan. Di sisi lain, impor pangan non beras seperti gandum dan turunannya ke Indonesia terus naik signifikan.
Apakah benar orang Indonesia terutama perkotaan, sudah menjadikan sumber karbohidrat lain selain nasi sebagai alternatif pilihannya untuk konsumsi?
Di lapangan dalam memenuhi kebutuhan pangan, masyarakat kini dihadapkan dengan berbagai pilihan. Apalagi, kesediaan pilihan pangan saat ini di Wilayah perkotaan Jabodetabek sudah beranekaragam.
Kendati demikian, ada beberapa faktor pembatas yakni mencakup kesukaan (preferensi), pengetahuan tentang makanan dan gizi makanan, serta kemudahan dan biaya mendapatkannya.
Tim Riset CNBC Indonesia menguak preferensi makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sebagai objek penelitian dari 72 responden dengan alasan kesediaan pangan dari segi jumlah dan jenis begitu beragam.
Untuk usia responden dalam penelitian ini berkisar antara 23 tahun hingga 60 tahun. Dengan persentase usia di bawah 25 tahun sebesar 23,61%, usia 25-30 tahun dengan persentase 31,94%, usia 31-40 dengan persentase 36,11%, dan usia di atas 40 tahun dengan persentase 8,33%.
Dari riset ini apakah benar masyarakat Jabodetabek sudah mulai meninggalkan beras dan mulai beralih kepada konsumsi makanan lain seperti olahan gandum?
Apalagi, kesadaran terkait kesehatan, pengetahuan nilai gizi dalam makanan, serta kesibukan dalam hal bekerja tentunya akan mempengaruhi konsumsi makanan baik dari sarapan hingga makan malam.
Catatan CNBC Indonesia, harga beras dalam 2 tahun terakhir dinilai amat stabil sehingga tak lagi menjadi biang inflasi walaupun belakangan sedikit ada kenaikan harga. Harga beras tidak lagi tergantung musim, tapi semakin turun ke bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Sementara itu, konsumsi beras yang semakin turun dinilai jadi salah satu penyebab melandainya harga beras di Indonesia.
Apa Betul Konsumsi Beras Menurun Karena Masyarakat Sudah Tinggalkan Beras?
Konsumsi Beras
Beras tetap merupakan komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia sehingga masalah konsumsi beras dan pemenuhannya akan tetap menjadi hal penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas responden masih menjadikan beras sebagai jenis pangan utama dalam pemenuhan kebutuhan pangannya, sementara 43,06% memilih beras, olahan gandum, serta olahan tepung beras, dan 8,33% responden memilih beras dan olahan tepung beras.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada kenyataannya sebagian beras masyarakat yang berada di wilayah Jabodetabek konsumsi berasnya masih di dominasi dengan penuh beras putih yakni sebesar 80,56%, sedangkan konsumsi penuh beras merah yakni hanya sebanyak 2,78%, dan campuran beras putih dan beras merah sebanyak 16,67%.
Data tersebut menunjukkan posisi beras yang sangat strategis sebagai penopang ketahanan pangan di Indonesia. Sebagian besar beras dikonsumsi setelah diolah menjadi nasi. Bagi sebagian besar orang, memakan nasi erat dengan budaya makan dan citra status sosial di masyarakat Indonesia.
Di sisi lain, sebagian kecil responden memang sudah menyadari pentingnya kandungan dari beras merah. Tetapi masih banyak yang menyandingkan konsumsi antara beras merah dan beras putih dan hanya sedikit responden yang masih mengkonsumsi full beras merah.
Penghasilan nyatanya mempengaruhi konsumsi beras. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa responden yang mengkonsumsi beras merah penghasilannya berada di kisaran Rp 10.000.000-15.000.000 per bulan dengan usia di atas 30 tahun.
Bukan tanpa alasan, pada kenyataannya, warna merah pada beras merah dihasilkan dari kandungan anthocyanin. Per 100 gram,beras merah punya 7 gram protein dan 2 gram serat. Baik beras hitam maupun beras merah harganya lebih mahal, karena punya kandungan nutrisi yang lebih tinggi daripada beras putih.
Untuk proporsi konsumsi beras campuran merah dan putih, 83,33% responden ternyata lebih banyak mengonsumsi beras putih di bandingan beras merah, sedangkan sisanya 16,67% lebih banyak proporsi beras merah dibandingkan beras putih.
Ragam Alasan Konsumsi Beras Berdasarkan Jenis
Alasan responden dalam preferensi jenis beras yang dipilih juga beragam. Untuk pemilihan konsumsi full beras putih mayoritas responden menganggap beras putih lebih mudah didapatkan, harga lebih terjangkau, rasanya lebih enak, dan sudah terbiasa turun temurun mengkonsumsi beras putih. Sehingga responden belum menemukan alasan untuk beralih mengonsumsi beras merah ataupun hitam.
Selain itu, beberapa responden juga beranggapan bahwa beras putih lebih cocok dikonsumsi dengan beragam lauk-pauk di Indonesia. Sehingga jika beralih responden merasa bahwa rasanya berbeda.
Jika berbicara harga beras putih, responden dengan range gaji pekerja di Jabodetabek rata-rata berada di atas Rp 5.000.000 hingga di atas 16.000.000 responden masih menganggap beras putih merupakan beras yang bisa ditemukan dimana saja baik pasar tradisional dan modern dengan harga rata-rata terjangkau bagi masyarakat Jabodetabek.
Sementara, untuk responden yang mengonsumsi beras campuran alasan yang mereka berikan adalah beras ini lebih sehat, mereka begitu sadar akan kandungan gizi beras merah jika dibandingkan beras putih di mana nyatanya beras ini dianggap tepat untuk program diet dan menjaga berat badan.
Meskipun tetap saja beras putih masih tak bisa terlepaskan dari kehidupan namun sudah mulai dibatasi karena alasan kesehatan, mutu, serta kandungan yang ada pada beras.
Kemajuan di berbagai bidang telah mempengaruhi pola permintaan pangan, termasuk permintaan beras sebagai salah satu makanan pokok. Peningkatan pendapatan masyarakat mengakibatkan peningkatan tuntutan terhadap mutu.
(aum/aum)