Riset CNBC Indonesia

Doyan Gorengan-Mi Instan, Orang RI Tinggalkan Beras, Beneran?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
17 October 2022 14:40
Pedagang kentang di Pasar Induk Keramat Jati, Jakarta, Rabu, (2/2/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pedagang kentang di Pasar Induk Keramat Jati, Jakarta, Rabu, (2/2/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Kebijakan diversifikasi pangan yang ditetapkan oleh pemerintah dimaksudkan untuk mengatasi tingginya konsumsi beras. Memang, Indonesia ini dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam namun tetap saja, Indonesia tak lepas dari kerawanan pangan.

Merujuk laporan Departemen Pertanian AS (USDA), kerawanan pangan di Indonesia tergolong tinggi. Tahun 2021, kerawanan pangan di Indonesia dialami oleh 42,2 juta jiwa, sekitar 15,7 persen dari populasi. Di antara negara-negara Asia Tenggara, hampir setengah dari populasi rawan pangan berada di Indonesia.

Belakangan ini, gejolak harga pangan memenuhi pemberitaan media massa dan menjadi narasi di kalangan masyarakat.

Sejumlah faktor menjadi penyebab persoalan pangan tersebut. Mulai dari kelangkaan bahan pangan dan yang terjadi secara global, hingga beragam persoalan domestik. Kurangnya pasokan dalam negeri pun tak jarang menjadi alasan naiknya harga-harga hingga kelangkaan barang.

Apalagi, berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI), ketahanan pangan Indonesia pada 2021 memang melemah dibanding tahun sebelumnya.

GFSI mencatat skor indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2020 mencapai level 61,4. Namun, pada 2021 indeksnya turun menjadi 59,2.

Indeks tersebut menjadikan ketahanan pangan Indonesia tahun 2021 berada di peringkat ke-69 dari 113 negara.

Maka dari itu manarik bagi Tim Riset CNBC Indonesia mengulik sebenarnya pilihan pangan apa yang kepikiran oleh responden saat terjadi kelangkaan pangan.

Hasilnya, mayoritas responden dengan persentase 68,06% memilih untuk beralih mencari subtitusi beras ataupun gandum. Sementara, 23,61% responden lainnya memilih tetap membeli beras atau gandum meskipun dengan harga yang tinggi, dan 8,33% sisanya tetap mengusahakan keduanya.

Pilihan beralih mencari substitusi lain kian kencang terdengar. Berdasarkan hasil penelitian kentang merupakan jenis pangan yang paling banyak dipilih sebagai pengganti beras atau gandum dengan persentase 73,61%, sementara singkong menduduki peringkat kedua dengan persentase 59,72% responden, pilihan jagung dengan persentase 45,85%, Sagu dengan persentase 19,44%, dan porang 9,72%, serta ada pula yang memilih tetap kembali ke beras/gandum sebesar 16,67%.

Hasil penelitian ini memang menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat yang berdomisili di wilayah Jabodetabek masih tak bisa lepas dari beras. Beras dan budaya memakan nasi masih erat dengan budaya masyarakat Indonesia. Namun dengan alasan-alasan tertentu, masyarakat mulai memiliki pemahaman untuk mengonsumsi makanan selain beras dengan catatan hanya sebagai komplementer.

Jika terjadi kelangkaan beras atau kenaikan harga yang tak terkendali dari komoditas beras maupun gandum masyarakat sebagian masyarakat telah memiliki pilihan untuk mengatasi hal tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aum/aum)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular