Dunia Sekarang Kacau Balau

Hadijah Alaydrus & Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
06 October 2022 07:25
Warga berbelanja di Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (25/4/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Warga berbelanja di Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (25/4/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

"Ekonomi Indonesia pasti akan kena," jelas Chatib. Khususnya ketika harga komoditas alami penurunan harga dan permintaan.

Indikasinya sudah terlihat, harga minyak dunia, minyak kelapa sawit, nikel dan lainnya sudah turun. Batu bara masih stabil karena permintaan Eropa naik drastis.

Kendati demikian, Chatib berpandangan meskipun ekspor Indonesia akan terkena dampaknya, namun secara keseluruhan tidak akan membuat ekonomi Indonesia terkena resesi.

"Tahun ini kita bisa tumbuh di 5,2%, tahun depan mungkin sekitar 4%," ujarnya.

Hal itu lantaran, porsi ekspor Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi hanya menyumbang 25%, kecil dibandingkan dengan Singapura yang memiliki share ekspor terhadap pertumbuhan ekonominya mencapai 200%. Sehingga ekonomi Indonesia hanya akan mengalami perlambatan.

"Ini gara-gara share ekspor ke GDP cuma 25%, ya efeknya 25%. Itu yang menyebabkan dampaknya slow down, tapi tidak resesi. Makanya somehow, kita butuh domestic demand kalau ekonomi global kena," jelas Chatib.

Indonesia tapi tidak boleh jumawa, karena menurut Chatib permasalahan ekonomi domestik di dalam negeri masih dibayangi dengan inflasi dan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI) yang tinggi.

Artinya, permintaan ekonomi domestik diperkirakan akan melambat. Dikala sektor moneter tidak bisa mendukung permintaan domestik, maka kata Chatib fiskal dalam hal ini APBN lagi-lagi harus menjadi garda terdepan.

Masalahnya, menurut Chatib APBN Indonesia di tahun depan, juga akan menghadapi sejumlah tantangan.

"APBN tahun depan defisitnya harus di bawah 3%. Harga komoditas energi turun, kecuali batubara. Berarti penerimaan pajak kita di 2023 tidak akan setinggi 2022.... Bayangkan kalau penerimaan turun, defisit harus turun, cara yang bisa dilakukan adalah memotong spending (pengeluaran)," jelas Chatib.

Apabila pengeluaran APBN harus 'dihemat' maka APBN akan terkena kontraksi.

"Nah bayangkan, kalau moneter kontraktif, fiskal kontraktif, eksternal kontraktif, pasti slow down dari ekonominya. Precaution effect, ekspor kita akan terpukul sangat dalam," jelas Chatib.

(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular