Awas! Ancaman Ini Lebih Seram dari Resesi 2023

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia (World Bank) telah memperingatkan bahwa risiko stagflasi dunia semakin nyata akibat invasi Rusia yang tidak kunjung usai atas Ukraina.
Risiko resesi yang diramal akan menghantam dunia pada 2023 tidak ada 'apa-apanya' jika dibandingkan dengan stagflasi.
Direktur World Bank's Prospects Group, Ayhan Kose mengungkapkan stagflasi adalah konsep yang pada dasarnya menggambarkan kondisi ketika suatu negara memiliki inflasi tinggi dan pertumbuhan lemah di saat bersamaan.
"Ini adalah campuran beracun. Bagi para ekonom, itu adalah jenis masalah yang sulit diatasi," kata Kose dalam wawancara Expert Answers Bank Dunia, dikutip Rabu (5/10/2022).
Satu-satunya cara adalah bagaimana negara atau pemerintah dapat menemukan cara untuk meningkatkan pasokan sehingga dapat mengurangi tekanan harga atau mengurangi permintaan.
"Sekali lagi, untuk mengurangi tekanan harga. Namun keduanya tentu memiliki tantangan tersendiri," lanjutnya.
Dia menilai kebanyakan orang berpikir bahwa stagflasi adalah masalah khusus untuk Amerika Serikat. Pemikiran ini salah karena stagflasi adalah masalah global.
"Sekarang Anda melihat tingkat inflasi, inflasi saat ini di seluruh dunia mendekati 8%. Itu adalah tingkat tertinggi yang kami lihat sejak 2004," ujarnya.
Dia mengingatkan kenaikan suku bunga sebagai respons meredam tekanan harga, membawa konsekuensi pertumbuhan yang lebih lemah ke depannya.
Pelemahan ini terjadi di tengah kondisi ekonomi baru pulih dari pandemi.
"Jadi kita berada di tengah-tengah perlambatan, dan pada dasarnya kita harus mengatasi masalah stagflasi. Jadi, dalam arti, solusinya jika Anda akan menyelesaikan masalah dengan kebijakan moneter, tetapi ada efek samping yang terkait dengan itu. Dan efek samping itu bukanlah efek samping yang ingin Anda lihat," tambahnya.
Sejarah mencatat, episode stagflasi pernah terjadi di era 1970-an.
Ekonomi kacau balau dengan disrupsi mendadak pada rantai pasokan. Harga material mentah tiba tiba naik yang berawal dari embargo minyak Arab Saudi dan negara-negara penghasil minyak lain.
Saat itu, Arab Saudi dan sejumlah negara mengembargo Amerika Serikat (AS) dan negara lain yang mendukung Israel dalam perang Yom Kippur pada 1973.
Akibatnya, embargo atas AS ini memicu krisis minyak dan stagflasi di negara-negara Barat. Di AS sendiri, pasca kondisi tersebut tahun 1974-1982 inflasi dan tingkat pengangguran melampaui 5%.
Kondisi ini kemudian merembet ke negara-negara lain yang berpotensi menimbulkan krisis ekonomi beruntun.
Para pakar dan ekonom telah mengingatkan bahwa stagflasi lebih sulit "disembuhkan" ketimbang resesi. Sebab, para pembuat kebijakan harus bisa menyeimbangkan antara inflasi dan pasar tenaga kerja.
Ketika inflasi tinggi maka suku bunga akan dikerek naik, tetapi risikonya pasar tenaga akan melemah dan tingkat pengangguran meningkat.
Sebaliknya, saat tingkat pengangguran tinggi yang dibutuhkan adalah suku bunga rendah, tetapi risikonya inflasi akan meningkat.
Namun yang menarik, seorang ekonom senior mengungkapkan "obat" stagflasi yang paling mujarab adalah resesi.
"Satu-satunya obat untuk stagflasi adalah resesi," kata David Wilcox, ekonom senior di Perterson Institute for International Economics, sebagaimana dilansir The Washington Post, awal Juni lalu.
Ketika resesi terjadi permintaan juga akan melambat dan perlahan-lahan menurunkan inflasi.
Ekonom Senior INDEF, Aviliani menilai Indonesia masih memiliki daya tahan terhadap risiko stagflasi. Meskipun, dampak dari guncangan ekonomi global tetap akan terasa di dalam negeri.
"Indonesia dari sisi demand masih sangat bagus, kelihatan kelas menengah dan atas kita konsumsinya masih cukup bagus. Tapi kelihatan dari dampak ekspor dan impor akan terjadi penurunan karena demand dunia turun," papar Aviliani dalam Closing Bell, CNBC Indonesia dikutip Rabu (10/5//2022).
Selain itu, pemerintah telah berupaya menjaga pasokan di domestik dengan menggelontorkan insentif dan kebijakan.
"Sehingga walaupun ekonomi dunia mengalami stagflasi paling tidak kita (Indonesia) bisa tumbuh 4%," kata Aviliani.
[Gambas:Video CNBC]
'Horor' Inflasi Sudah Tiba, Resesi dan Stagflasi Menanti?
(haa/haa)