Internasional
Gawat! Ancaman 'Malapetaka' Ini Bisa Picu Perang Jenis Baru

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebocoran yang tidak dapat dijelaskan terjadi pada pipa gas Nord Stream 2 milik Rusia yang beroperasi di bawah Laut Baltik dekat Swedia dan Denmark sejak Senin (26/9/2022). Insiden ini menimbulkan pencemaran di sekitar Laut Baltik.
Tak hanya itu, dua pipa yang bocor tersebut merupakan infrastruktur di jantung krisis energi sejak serangan Moskow ke Ukraina.
Akibat insiden ini, politisi di seluruh Eropa memperingatkan dugaan sabotase dari dua jalur pipa Nord Stream, di mana ini bisa saja menandai tahap baru perang hibrida yang menargetkan infrastruktur energi untuk melemahkan dukungan ke Ukraina.
Perdana Menteri Norwegia Jonas Gahr Støre mengatakan pada konferensi pers bahwa negaranya akan meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut. Dia menambahkan bahwa setiap serangan terhadap instalasi lepas pantai anggota NATO akan ditangani bersama dengan sekutunya.
Menteri Luar Negeri Latvia Edgars Rinkēvičs mengatakan saat ini Eropa tengah memasuki fase baru perang hibrida, tanpa menyebut siapa yang dia yakini bertanggung jawab.
"Sabotase pada jalur pipa Nord Stream 1 dan 2 harus diklasifikasikan sebagai insiden keamanan dan lingkungan paling serius di Laut Baltik," katanya melalui media sosialnya, dikutip dari The Guardian, Kamis (29/9/2022).
Sementara itu, Menteri Pertahanan Jerman Christine Lambrecht mengatakan tindakan sabotase yang diduga pada jaringan pipa Laut Baltik sekali lagi memperjelas betapa bergantungnya Eropa pada infrastruktur penting, termasuk yang berada di bawah air. Namun, dia juga mengimbau agar berhati-hati dalam mengidentifikasi pelaku saat penyelidikan berlangsung.
Politisi oposisi di Jerman lebih berterus terang. Roderich Kiesewetter, anggota parlemen untuk Uni Demokratik Kristen (CDU) yang konservatif, mengatakan kepada Guardian bahwa serangan pipa memiliki ciri-ciri pendekatan perang hibrida yang dilakukan Rusia selama dekade terakhir.
Ia mengatakan perang hibrida Rusia memiliki tujuan untuk membagi Uni Eropa, bukan dengan militer tetapi melalui cara-cara sosial dan diplomatik.
"Kita harus bertanya siapa yang berkepentingan menghancurkan infrastruktur ini," kata Kiesewetter. "Rusia, di sisi lain, memiliki kepentingan untuk mengirimkan sinyal kepada kami: mengancamnya dapat menyebabkan kerusakan serupa pada jaringan pipa antara Aljazair dan Prancis, pada saluran listrik kami atau kabel serat optik bawah laut... Saya menganggap kemungkinan Rusia berada di balik serangan ini."
Uni Eropa sendiri telah mengancam akan membalas dengan sanksi terhadap tindakan sabotase yang disengaja terhadap infrastruktur Nord Stream di Laut Baltik.
Berbicara atas nama 27 negara anggota, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa mengatakan pada Selasa bahwa kebocoran dari dua pipa gas bawah laut Rusia-Jerman minggu ini bukan suatu kebetulan dan akan dijawab dengan reaksi yang kuat dan bersama.
Nord Stream telah menjadi pusat pertikaian antara Rusia dan Eropa mengenai pasokan energi sejak dimulainya perang Kremlin di Ukraina. Namun tidak segera jelas siapa yang akan diuntungkan dari penghancuran infrastruktur gas tersebut.
Nord Stream 2, sebuah proyek yang didorong oleh pemerintah Jerman selama bertahun-tahun meskipun ada peringatan dari tetangga timurnya, dihentikan oleh kanselir, Olaf Scholz, sesaat sebelum dimulainya perang dan tidak pernah mengangkut gas apapun ke Jerman.
Sementara Nord Stream 1, di mana sejumlah besar permintaan gas Eropa dipenuhi hingga musim semi tahun ini, secara bertahap dibatasi oleh raksasa gas milik negara Rusia Gazprom dan tidak membawa gas apapun ke Jerman sejak awal September.
[Gambas:Video CNBC]
Penampakan "Senjata" Putin yang Bisa Bikin Eropa Menderita
(luc/luc)