
'Bom Waktu' Ekonomi Eropa, Pertaruhan Besar di Tengah Krisis

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis energi yang menghantam Eropa telah memaksa sejumlah negara untuk mengambil kebijakan khusus demi melindungi perekonomian dalam negeri yang kian terancam.
Sejak Rusia menyerang Ukraina pada Februari lalu, harga energi terus melonjak dan beberapa kali mengukir rekor tertinggi. Hal itu membuat negara-negara Eropa, yang kebanyakan tak memiliki sumber daya energi, kelabakan.
Melansir AFP, Kamis (22/9/2022), ratusan miliar euro terus dikucurkan untuk mengantisipasi kelangkaan energi yang salah satunya disebabkan pemotongan pasokan gas dari Rusia, sumber utama energi Eropa sejauh ini.
Pemerintah telah habis-habisan, mulai dari membatasi harga gas dan listrik hingga menyelamatkan perusahaan energi yang kesulitan dan memberikan bantuan langsung kepada rumah tangga.
Pengeluaran publik terus berlanjut meskipun negara-negara Uni Eropa telah mengumpulkan segunung utang baru untuk menyelamatkan ekonomi mereka dari dampak pandemi Covid-19 pada 2020.
Alhasil, kucuran dana ratusan miliar euro tersebut membuat inflasi melonjak, meningkatkan biaya hidup, dan memicu kekhawatiran resesi.
Italia, misalnya, setelah mengumumkan dana 14 miliar euro atau Rp 205,8 triliun (kurs Rp 14.700) dalam langkah-langkah baru minggu lalu, Perdana Menteri Mario Draghi menuturkan bahwa hal itu menempatkan Italia "di antara negara-negara yang paling banyak menghabiskan uang di Eropa".
Institut Bruegel, sebuah lembaga think tank yang berbasis di Brussel yang melacak pengeluaran krisis energi oleh pemerintah Uni Eropa, menempatkan Italia sebagai 'pemboros' terbesar kedua di Eropa setelah Jerman.
Roma telah mengalokasikan 59,2 miliar euro atau Rp 870,24 triliun sejak September 2021 untuk melindungi rumah tangga dan bisnis dari kenaikan harga energi, yang menyumbang 3,3% dari produk domestik brutonya.
Jerman berada di puncak daftar dengan 100,2 miliar euro atau Rp 1.472,94 triliun, sekitar 2,8% dari PDB-nya. Adapun, negara itu terpukul keras oleh ketergantungannya yang besar pada pasokan gas Rusia, yang telah berkurang karena dugaan pembalasan atas sanksi Barat terhadap Moskow.
Prancis, yang melindungi konsumen dari kenaikan harga gas dan listrik pada awal November, menempati urutan ketiga dengan 53,6 miliar euro Rp 787,92 triliun yang dialokasikan sejauh ini, mewakili 2,2% dari PDB.
Pengeluaran Meroket
Secara keseluruhan, negara-negara Uni Eropa sejauh ini telah menyiapkan 314 miliar euro Rp 4.615,8 triliun sejak September 2021.
"Jumlah ini akan meningkat karena harga energi tetap tinggi," kata Simone Tagliapietra, seorang rekan senior di Bruegel, kepada AFP.
Tagihan energi keluarga Eropa pada umumnya bisa mencapai 500 euro per bulan awal tahun depan, dibandingkan 160 euro pada 2021, menurut bank investasi AS Goldman Sachs.
Langkah-langkah untuk membantu konsumen berkisar dari pajak khusus atas keuntungan berlebih di Italia hingga pembekuan harga energi di Prancis dan subsidi transportasi umum di Jerman.
Namun, pengeluaran tersebut mengikuti respons pandemi yang meningkatkan utang publik, yang pada kuartal pertama menyumbang 189% dari PDB Yunani, 153% di Italia, 127% di Portugal, 118% di Spanyol, dan 114% di Prancis.
"Awalnya dirancang sebagai tanggapan sementara terhadap apa yang seharusnya menjadi masalah sementara, langkah-langkah ini telah menggelembung dan menjadi struktural," kata Tagliapietra.
"Ini jelas tidak berkelanjutan dari perspektif keuangan publik. Penting bahwa pemerintah berupaya untuk memfokuskan tindakan ini pada rumah tangga dan bisnis yang paling rentan sebanyak mungkin," katanya.
Reformasi Anggaran
Adapun, pengeluaran yang lebih tinggi datang karena biaya pinjaman meningkat.
Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) menaikkan suku bunganya untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade pada bulan Juli untuk memerangi inflasi yang tak terkendali, yang telah didorong oleh melonjaknya harga energi.
Imbal hasil (yield) pada obligasi negara Perancis 10 tahun pun mencapai level tertinggi delapan tahun sebesar 2,5% pada hari Selasa, sementara Jerman sekarang membayar bunga 1,8% setelah mengalami tingkat negatif pada awal tahun.
Sementara itu, tarif yang dibebankan ke Italia telah empat kali lipat dari 1% awal tahun ini menjadi 4%, menghidupkan kembali momok krisis utang yang mengancam zona euro satu dekade lalu.
"Sangat penting untuk menghindari krisis utang yang dapat memiliki efek destabilisasi besar dan menempatkan UE sendiri dalam risiko," tutur Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyerukan reformasi aturan anggaran.
Uni Eropa telah menangguhkan hingga 2023 aturan yang membatasi defisit publik negara-negara hingga 3% dari PDB dan utang hingga 60%.
Komisi Eropa berencana untuk mempresentasikan proposal bulan depan untuk mereformasi aturan anggaran blok itu, yang telah hancur oleh krisis.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Krisis Energi Eropa Makan Korban Baru: Rumah Sakit di Jerman
