Internasional
Ancaman 'Malapetaka' Tak Hanya di Eropa, China & AS Juga

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang panas disertai kekeringan terjadi di sejumlah negara. Perubahan iklim diperkirakan menjadi biang kerok yang membuat suhu semakin tinggi dan kekeringan intens.
Joint Research Center Komisi Eropa melaporkan sebanyak 47% dari wilayah Benua Biru berpotensi mengalami kekeringan. Ini pun terjadi pula di China hingga Amerika Serikat (AS).
Ini akhirnya menimbulkan "malapetaka" baru. Apalagi saat ini kemerosotan akibat Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina belum juga mereda.
1. Benua Eropa
Gelombang panas terjadi sejak Mei di Eropa. Ini kemudian disusul kurangnya curah hujan yang parah.
Kedua hal itu membuat sungai-sungai besar di Eropa kering. Hal itu diyakini "secara substansial mengurangi" hasil panen, mempengaruhi panen jagung, kedelai dan bunga matahari hingga 16%, 15% dan 12%.
Bukan hanya itu, menurut perhitungan Eurostat, sungai-sungai dan kanal-kanal di benua itu membawa lebih dari 1 ton barang per tahun untuk setiap penduduk Uni Eropa. Diyakini sumbangannya sekitar US$80 miliar akan menurun signifikan.
Di Jerman misalnya, negara dengan nilai perekonomian terbesar di Eropa yang saat ini tengah berjibaku dengan ancaman krisis energi, kekeringan terlihat di sungai Rhine. Lalu lintas komersial di sungai terpanjang itu bahkan terancam tutup.
Perlu diketahui, sungai sepanjang 1.320 km ini menghubungkan pelabuhan utama Rotterdam di Belanda melalui jantung industri Jerman. Ini pun mengalir lebih jauh ke selatan ke Swiss yang terkurung daratan.
Ini bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negeri itu, yang memang telah tumbuh terbatas atau melambat pada kuartal II-2022. PDB Jerman tumbuh sebesar 1,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan tumbuh sebesar 0,1% (quarter-to-quarter/qtq).
Kekeringan juga terlihat di Prancis. Di Juli, suhu maksimum sempat mencapai 41 derajat Celcius dan memicu dua kebakaran hutan besar menghancurkan lebih dari 20.000 hektar (49.400 hektar) hutan.
"Tanaman buah dan sayuran Prancis telah turun hampir 35% karena kekeringan ekstrem musim panas. Kondisi ini telah mengancam ketahanan pangan Prancis dan mengganggu perekonomiannya" kata Presiden Asosiasi Produsen Sayuran Nasional Prancis, Legumes de France, Jacques Rouchausse, dari Business Standart.
"Kami mengalami kerugian pada hasil. Untuk saat ini, kami memperkirakan kerugian ini antara 25% hingga 35%. Kami harus menekankan bahwa jika kami menginginkan kedaulatan pangan, jika kami ingin ketahanan pangan, kami benar-benar harus mencari cara. untuk terus berproduksi di wilayah kami," kata Rouchausse di Radio Franceinfo.
Kondisi ini juga dipastikan memperparah krisis energi. Suhu panas sungai Prancis dalam beberapa pekan terakhir mengancam produksi nuklir negara itu yang sudah rendah, padahal mayoritas energi Prancis dipasok PLT Nuklir.
Masalah yang dihadapi Jerman dan Prancis, juga terjadi di Italia. Bahkan kondisi darurat telah diumumkan untuk daerah sekitar Sungai Po, wilayah yang menyumbang sekitar sepertiga dari produksi pertanian di negara itu.
Diketahui sektor pertanian Italia penting bagi pertumbuhan ekonomi Italia. Negeri Pizza adalah ekonomi terbesar ketiga di zona euro, dengan PDB diperkirakan US$ 1,9 triliun dan PDB per kapita US$ 31.630, di mana agrikultur menyumbang 2% ke PDB.
Perlu diketahui, Italia mengekspor sebagian besar produk konsumen ke Amerika Serikat. Pada tahun 2020, ekspor pertanian AS ke Italia mencapai US$$1,0 miliar.
Ekspor utama AS ke Italia | Ekspor unggulan Italia ke Amerika Serikat |
Kacang: US$ 314,4 juta | Anggur: US$2,1 miliar |
Gandum: US$ 216,3 juta | Makanan yang dipanggang, sereal, dan pasta: US$ 754 juta |
Kedelai: US$ 148,1 juta | Minyak zaitun: US$ 533,9 juta |
Benih Tanaman Pertanian :U$56,6 juta | Minuman non-alkohol: US$ 358,8 juta |
Minuman keras sulingan: US$41,2 juta | Bumbu dan saus: US$345,9 juta |
Total: US$1,0 miliar | Total: US$ 5,5 miliar |
Sumber : International Trade Administration
Halaman 2>>>