
Covid-Perang Minggir! 2 Malapetaka Kini Hantam Bumi Bersamaan

Jakarta, CNBC Indonesia - Bencana alam masih terus melanda sebagian wilayah dunia. Setelah gelombang panas, kali ini banyak negara yang justru mengalami bencana banjir besar.
Di Pakistan, fenomena gelombang panas sempat terjadi di negara itu pada bulan April 2022. Saat itu, suhu udara di Negeri Ali Jinnah itu bahkan menyentuh 49C.
Setelah gelombang panas melanda, Pakistan kemudian diterjang banjir besar pada akhir Agustus 2022. Banjir ini tercatat telah merenggut lebih dari 1.000 jiwa.
Tak hanya di Pakistan, fenomena serupa juga terjadi di China. Setelah mengalami suhu panas yang bahkan mengeringkan beberapa sumber air, wilayah Barat Daya Negeri Tirai Bambu akhirnya dilanda hujan lebat.
Bahkan, otoritas China pun sempat mengevakuasi sebanyak 100 ribu warga untuk mengantisipasi banjir lebat yang dapat melanda wilayah itu.
Bergeser dari Asia, fenomena serupa juga terjadi di Benua Amerika. Hujan lebat yang melanda Dallas, Amerika Serikat (AS) sempat menimbulkan banjir tatkala wilayah itu baru saja mengalami rekor temperatur udara.
Peneliti menyebutkan fenomena semacam ini menunjukkan bahwa wilayah tersebut telah berayun liar di antara dua ekstrem yang kontradiktif. Para ahli menambahkan bahwa baik gelombang panas dan juga hujan lebat memiliki hubungan yang terkait erat.
"Tempat yang sama diperkirakan akan mengalami banjir dan kekeringan di iklim yang lebih panas," kata ilmuwan iklim Deepti Singh dari Washington State University, kepada Reuters dikutip Jumat (2/9/2022).
Illmuwan iklim dari University of Reading di Inggris, Liz Stephen, menambahkan bahwa banjir besar dan kekeringan yang melanda dunia juga disebabkan oleh fungsi tanah yang tidak mampu lagi menyerap air.
"Di daerah yang dilanda kekeringan, tanah hampir bisa bertindak seperti beton di lingkungan perkotaan," paparnya.
Sementara itu, pengamat lainnya juga mengatakan peristiwa cuaca panas di belahan bumi Utara juga dapat dihubungkan oleh aliran jet kutub. Ini merupakan arus udara yang mengalir cepat dan menggerakkan sistem cuaca dari satu bagian dunia ke bagian lain.
Namun, aliran jet kutub ini diperkirakan juga saat ini terpengaruh oleh dinamika atmosfer sehingga menimbulkan cuaca yang panas di beberapa tempat.
"Tren pemanasan adalah pendorong utama di balik peningkatan gelombang panas bersamaan," papar ilmuwan iklim Kai Kornhuber dari Universitas Columbia di New York.
"Tetapi ada bukti, termasuk penelitian di sekitar aliran jet, untuk percaya bahwa dinamika atmosfer telah berkontribusi pada tren yang meningkat ini".
(sef/sef) Next Article Jokowi Tawarkan Ini ke Dunia Atasi Bencana, Siapa Minat?