Jangan Happy Dulu Agustus Deflasi, Ancaman Besar Segera Tiba!

Maesaroh, CNBC Indonesia
01 September 2022 14:40
Harga Telur Naik (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Harga Telur Naik (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi Indonesia melandai pada Agustus tetapi angin segar diperkirakan tidak berlangsung lama. Inflasi tinggi masih mengancam Indonesia ke depan terutama karena kebijakan BBM subsidi.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus melandai atau mencatatkan deflasi sebesar 0,21% (month on month/MoM). Deflasi tersebut merupakan yang terdalam sejak September 2019 yang tercatat sebesar -0,27%.

Deflasi pada Agustus menjadi kabar baik setelah IHK melambung signifikan pada periode Maret-Juli tahun ini.


Namun, secara tahunan (year on year/yoy), pada Agustus masih terjadi inflasi tinggi yakni 4,69%. Inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan pada Juli 2022 yang tercatat sebesar 4,94%. Namun, inflasi tahunan pada Agustus masih yang tertinggi sejak November 2015 (4,89%).

Deflasi yang terjadi pada Agustus jauh lebih dalam dibandingkan dengan konsensus pasar ataupun proyeksi Bank Indonesia. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan terjadi deflasi 0,11 (mtm) sementara inflasi tahunan ada di angka 4,83 (yoy).

Berdasarkan Survei Pemantauan Harga BI pada minggu IV Agustus 2022 diperkirakan akan terjadi deflasi sebesar 0,13% (mtm) pada Agustus.

Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan deflasi pada Agustus ditopang oleh membaiknya pasokan komoditas pangan sehingga sebagian besar harga komoditas pangan turun.

Pada Agustus tahun ini, komponen harga bergejolak atau volatile mencatatkan deflasi sebesar 2,90% (mtm). Deflasi tersebut adalah yang terdalam sejak September 2013 (-3,38%) atau hampir sembilan tahun lalu.

Deflasi pada kelompok makanan pada Agustus tahun ini juga berbanding terbalik dengan catatan lima bulan sebelumnya.

Sepanjang Maret-Juli, kelompok volatile menjadi penyumbang utama inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga minyak goreng, cabai rawit merah, hingga telur ayam ras.

Pada Maret, inflasi pada kelompok volatile menembus 1,99% (mtm) kemudian melonjak menjadi 2,3% pada April, 0,94% pada Mei, 2,51% pada Juni, dan 1,41% pada Juli.

Secara tahunan, inflasi kelompok volatile mencapai 8,93%, jauh melandai dibandingkan pada Juli 2022 yang tercatat 11,47%. Namun, level tersebut lebih tinggi dibandingkan yang ditargetkan BI dan pemerintah (5-6%).

Pada kelompok pangan, sejumlah komoditas yang mendorong deflasi adalah bawang merah, cabai merah, cabai rawit, minyak goreng, daging ayam ras, tomat, ikan segar, jeruk, bawang putih, kacang panjang, ketimun, dan buncis.

Sementara komoditas yang masih menyumbang inflasi adalah telur ayam ras, beras, rokok kretek filter dan air kemasan.


Sebaliknya, komponen inti dan harga diatur pemerintah masih mencatatkan inflasi pada Agustus. Inflasi harga diatur pemerintah pada Agustus mencapai 0,33 %( mtm) dan 6,84% (yoy).

Inflasi dipicu oleh kenaikan harga subsidi BBM non subsidi. Seperti diketahui, PT Pertamina kembali menaikkan harga tiga BBM non-subsidi pada awal Agustus yakni Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex.

Inflasi inti pada Agustus tercatat 0,38% (mtm) dan 3,04% (yoy). Inflasi inti (yoy) adalah yang tertinggi sejak November 2019 (3,08%).
Inflasi inti di atas 3% juga menjadi yang pertama kalinya terjadi sejak Desember 2019 (3,02%).

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengingatkan pergerakan inflasi inti diperkirakan bakal terus merangkak naik ke depan, terutama karena pelonggaran mobilitas dan membaiknya perekonomian domestik.

Bila pemerintah menaikkan harga BBM subsidi maka inflasi inti dan umum akan terkerek naik.


"Akan ada kenaikan inflasi tajam yang tidak hanya datang dari first round impact akibat kenaikan harga BBM tetapi juga second round impact dari kenaikan harga barang dan jasa, seperti transportasi," tutur  Faisal, dalam MacroBrief.

Faisal memperkirakan jika harga Pertalite dinaikkan dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter maka inflasi bisa terdongkrak hingga 0,82 percentage point (ppt).
Jika harga Solar naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 8.500 per liter maka inflasi akan terdongkrak hingga 0,33 ppt.

Sementara itu, simulasi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menunjukkan bahwa kenaikan harga Pertamax menjadi Rp17.000/liter, Solar menjadi Rp9.000/liter dan Pertalite menjadi Rp10.000/liter akan menyebabkan kenaikan inflasi sebesar 0,06%-0,12%.

Kenaikan inflasi inti diperkirakan akan membuat Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga nya pada tahun ini. Bank Mandiri memperkirakan BI masih bisa menaikkan suku bunga acuan hingga 50 bps pada tahun ini sehingga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 4,25%.


Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana juga mengingatkan tekanan inflasi akan meningkat ke depan. Karena itulah, BI diperkirakan masih memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga acuan hingga 75 bps hingga akhir tahun ini.
"Produsen akan menaikkan harga output barang di tengah kenaikan ongkos produksi sehingga inflasi inti akan meningkat hingga 3,9% pada akhir tahun," tutur Wisnu, kepada CNBC Indonesia.

Sebagai catatan, pemerintah dikabarkan akan menaikkan harga subsidi BBM, termasuk Pertalite dan Solar.

Data historis BPS menunjukkan inflasi akan melonjak tajam begitu ada kenaikan harga BBM. Contohnya, pada 18 November 2014 lalu saat Presiden Joko Widodo langsung menaikkan harga BBM subsidi rata-rata sebesar 33,57%.

Pada November 2014, inflasi tercatat 1,50% sementara pada Desember menyentuh 2,46%. Secara keseluruhan tahun, inflasi 2014 menembus 8,36%.

Kenaikan inflasi terutama terjadi pada angkutan transportasi serta produk makanan jadi.

Selain BBM, Margo secara khusus menyoroti terus naiknya harga beras. Dalam perhitungan bobot inflasi, beras merupakan penyumbang inflasi terbesar.

"Harga beras sudah naik pada Agustus. Beras mengalami inflasi sebesar 0,54% pada Agustus. Andil inflasinya 0,016%. Pergerakan harganya perlu diperhatikan karena beras bobotnya besar," tutur Margo, saat konferensi pers, Kamis (1/9/2022).

Dia menambahkan harga telur juga terus naik sehingga harus diperhatikan. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN), harga telur ayam merupakan sedikit sembako yang harganya terus merangkak naik.

 Harga telur ayam ras dibanderol Rp 31.500 per kg pada Selasa (30/8/2022). Harga tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang 2022. Sejak Januari 2022 hingga 23 Agustus 2022, harga telur tidak pernah menyentuh level Rp 31.000 per kg.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular