Berkat Tokopedia Cs, Kas Negara Aman...

Maesaroh, CNBC Indonesia
12 August 2022 09:30
G20-INDONESIA/
Foto: REUTERS/POOL

Jakarta, CNBC Indonesia- Penerimaan negara dari sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melesat pada tahun ini. Kenaikan penerimaan ditopang oleh membaiknya perekonomian nasional serta kenaikan tarif PPN.

Hingga Juli 2022, penerimaan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) menembus Rp 377,6 triliun, nak 46,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sepanjang tahun ini, rata-rata penerimaan PPN mencapai Rp 53,94 triliun per bulan. Rata-rata penerimaan PPN bulanan tersebut jauh di atas rata-rata pada periode 2017-2021 yakni di kisaran Rp 35 triliun.

Penerimaan PPN per Juli 2022 juga melampaui catatan pada tahun-tahun sebelumnya, bahkan saat perekonomian Indonesia masih berada dalam kondisi normal sebelum pandemi Covid-19.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, penerimaan PPN periode Januari-Juli pada 2017-2021 ada di kisaran Rp 219,5- 261,3 triliun. Dalam kurun waktu tersebut, penerimaan PPN tertinggi dilaporkan pada Januari-Juli 2018 yakni Rp 261,3 triliun.

Pada tahun ini, penerimaan PPN melonjak tajam pada April yakni Rp 62 triliun. Lonjakan penerimaan tidak bisa dilepaskan dari kenaikan tarif PPN sebesar 1% menjadi 11% per 1 April 2022.

Namun, penerimaan tertinggi tercatat Juli 2022 yakni Rp 76,7 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kencangnya penerimaan PPN mencerminkan pemulihan ekonomi serta peningkatan sektor produksi.

"Pemulihan ekonomi terus menderu-deru. (Kenaikan penerimaan) juga terjadi karena ada kenaikan tarif. PPN impor naik menunjukkan kegiatan impor untuk produksi ada kenaikan," tutur Sri Mulyani pada saat konferensi pers APBN Kita Edisi Agustus, Kamis (11/8/2022).

Salah satu penyumbang kenaikan PPN adalah setoran dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Saat ini tercatat sudah ada 121 PMSE yang memungut PPN, mulai dari Google, Netflix, Shopee, Tokopedia, Spotify, Tiktok, Zoom Video Communication, hingga Microsoft.

Hingga Juli tahun ini, setoran PPN dari PSME mencapai Rp 3,02 triliun. Jumlah tersebut mendekati perolehan sepanjang Januari-Desember 2021 yang tercatat Rp 3,90 triliun. Seperti jasa lainnya, PSME juga memberlakukan kenaikan tarif PPN per April yang ikut menolong penerimaan PPN.

Sri Mulyani menjelaskan dampak kenaikan PPN sebesar 1% sudah menyumbang penerimaan negara hingga Rp 21 triliun hanya dalam waktu empat bulan. Dampak kenaikan tarif PPN memberikan sumbangan ke negara sebesar Rp 1,96 triliun pada April, sebesar Rp 5,74 triliun pada Mei, sebanyak Rp 6,25 triliun pada Juni, dan Rp 7,15 triliun pada Juli.

Sebagai catatan, PPN merupakan pajak yang langsung diteruskan atau dibebankan kepada konsumen akhir. Kenaikan PPN sejak April sudah diteruskan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga produk mulai dari mie instan, minyak goreng, baju, hingga makanan ringan.

Lonjakan penerimaan PPN sudah tercermin dari tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada semester I-2022. Pada Januari-Juni 2022, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,93%, dengan pertumbuhan pada kuartal II-2022 menembus 5,51%. 

Adanya Ramadan dan lebaran membuat konsumsi rumah tangga melonjak pada kuartal II tahun sejalan dengan permintaan yang besar mulai dari makanan kecil, baju lebaran, jasa layanan angkutan umum, hingga minuman botol. Kenaikan permintaan barang-barang tersebut berbarengan dengan kenaikan tarif PPN sejak April.

Kenaikan harga komoditas mulai dari minyak mentah kelapa sawit (CPO), batu bara, minyak mentah, nikel, hingga emas pada tahun ini berdampak positif ke penerimaan negara. Penerimaan negara  baik dari perpajakan ataupun non-perpajakan meloncat karena kenaikan harga komoditas.  

Lonjakan harga komoditas juga menopang surplus APBN sepanjang tahun ini. Pada Juli 2022, APBN masih mencetak surplus Rp 106,1 triliun atau 0,57% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). adahal, APBN biasanya sudah mencatatkan defisit sejak Maret.

Penerimaan negara pada Januari-Juli 2022 mencapai Rp 1.551 triliun atau tumbuh 50,3% (year on year/yoy) sementara belanja negara tercatat Rp 1.444,8 triliun atau tumbuh 5,6%. Penerimaan dari sektor pajak tercatat Rp 1.028,5 triliun, kepabeanan dan cukai Rp 185,1 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp 337,1 triliun.



Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan kenaikan harga komoditas sudah menambah penerimaan pajak sebesar Rp 165 trilliun hingga Juli tahun ini. Jumlahnya diperkirakana akan meningkat menjadi Rp 279 triliun hingga akhir tahun. "Itu dengan kondisi harga komoditas bergerak seperti saat ini," tutur Suryo.

Besarnya dampak kenaikan harga komoditas pada perpajakan tercermin dari penerimaan PPh migas dan bea keluar. Penerimaan PPh migas hingga Juli tahun ini mencapai Rp 49,2 triliun, naik 92% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp 25,6 triliun. Penerimaan Bea Keluar yang ditopang oleh minyak sawit mentah melonjak 97,84% (yoy) menjadi Rp 31,41 triliun.

Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sumber daya alam (SDA) migas melonjak 93,6% menjadi Rp 92,1 triliun. Pada periode Januari-Juli 2022, PNBP SDA dari minerba juga tidak kalah cemerlang. Sumbangan dari minerba ke PNBP menembus Rp 43,9 triliun atau melesat 118,8%. Lonjakan penerimaan disebabkan oleh kenaikan harga nikel dan batu bara.

Namun, Sri Mulyani mengingatkan jika ada tendensi penurunan beberapa harga komoditas energi dan pangan seiring pelemahan prospek ekonomi global. Harga gas kembali meninggi seiring tensi geopolitik di Eropa tetapi harga batu bara dan migas perlahan turun. Harga pangan, kecuali gandum, kembali merangkak naik karena faktor cuaca dan ketegangan geopolitik. Penurunan harga komoditas tersebut tentu saja bisa berdampak kepada penerimaan negara ke depan.

"Harga-harga komoditas masih kecenderungan tinggi namun volatile. Dia bergerak atau bergejolak namun pada level relatif tinggi dibandingkan 2020-2021," ujarnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular