Sungguh Miris, Penambang Ogah Berkontrak Batu Bara Dengan PLN

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
04 August 2022 07:45
Kapal tongkang Batu Bara (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Kapal tongkang Batu Bara (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Sapto Aji menjelaskan bahwa perusahaan sempat mengalami kekurangan pasokan batu bara sebesar 15,5 juta metrik ton (MT) pada awal tahun ini. Pada waktu itu, dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan atau RKAP perusahaan mematok kebutuhan batu bara sebesar 66,4 juta MT.

Namun demikian, kebutuhan perusahaan setrum itu ternyata mengalami kenaikan tajam dari yang semula 66,4 juta MT di RKAP melonjak ke level 84,7 juta MT. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan perekonomian yang mulai membaik pasca Covid-19.

Berdasarkan data yang dipaparkan PLN, alokasi kontrak batu bara untuk tahun 2022 yakni sebesar 76,4 juta MT dengan success rate 90% yakni 69,2 juta MT. Sementara dalam revisi RKAP saat ini kebutuhan batu bara PLN mencapai 84,7 juta ton. Dengan begitu terdapat gap 15,5 juta MT antara persediaan dan kebutuhan.

Adapun, guna memenuhi kekurangan 15,5 juta MT tersebut, PLN pada 25 Februari lalu mengajukan permohonan penugasan kepada Dirjen Minerba dan mendapatkan penugasan sebesar 17,2 juta MT pada Maret-Mei 2022 dengan volume terkontrak 11,4 juta MT atau selisih 5,8 juta MT.

Sementara itu, dengan memperhitungkan kebutuhan batu bara di semester II, PLN mengajukan permohonan penugasan sebesar 6 juta MT. Permohonan tersebut kemudian direspon Dirjen Minerba dengan menerbitkan penugasan sebesar 5,4 juta MT.

Selanjutnya, menindaklanjuti penugasan pada 15 Juli kemarin, PLN telah melakukan pembahasan dengan penambang yang menghasilkan komitmen pasokan 1,6 juta MT dengan pasokan bulan Agustus hanya 100.000 MT.

Kondisi kelangkaan batu bara bagi PLN tersebut tentunya cukup ironis bila melihat cadangan maupun produksi batu bara Indonesia yang merupakan salah satu terbesar di dunia. Berdasarkan data Dewan Energi Nasional (DEN) misalnya, cadangan batu bara Indonesia sekitar 38,8 miliar ton.

Umur cadangan batu bara tersebut setidaknya masih mampu bertahan hingga 69 tahun ke depan. Namun demikian perhitungan tersebut dengan asumsi tidak ada penemuan sumber daya baru.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai seharusnya suplai batu bara ke PLN tidak harus menemui kendala. Mengingat aturannya belum berubah sama sekali yakni perusahaan diwajibkan memasok 25% dari total produksinya ke dalam negeri.

Selain itu, perusahaan tambang juga diwajibkan untuk memasok batu bara ke dalam negeri atau ke PLN sesuai harga domestic market obligation (DMO) sebesar US$70 per metrik ton.

"Artinya DMO batu bara itu harus tetap dilakukan dan pengusaha harus mengirim batu bara ke PLN sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan DMO tadi," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (3/8/2022).

Menurut Fahmi jika para pemasok atau pengusaha tambang batu bara tetap menahan untuk pengiriman batu bara, sudah dapat dipastikan bahwa krisis pasokan untuk PLTU akan terulang kembali seperti di awal tahun. Dengan begitu, maka potensi pemadaman akan terjadi.

"Karena PLN kekurangan batu bara. Jadi saya kira sikap menahan ke PLN tidak benar. Ini akan membahayakan, krisis akan terulang kembali terjadi di PLN," ujarnya.

Oleh sebab itu, ia pun meminta agar pemerintah tegas dengan para pemasok yang nakal tersebut. Apalagi saat ini sudah terdapat electronic Monitoring. Melalui aplikasi tersebut pemerintah sudah dapat mengetahui siapa saja pihak-pihak yang tidak mengirimkan batu baranya untuk kebutuhan PLN.

"Kalau itu gak sesuai DMO maka seharusnya dia diberikan sanksi mulai teguran, denda dan larangan ekspor, bahkan larangan produksi itu sudah ada aturannya kalau gak tegas pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM ikut kontribusi terjadinya krisis batu bara di PLN," ujarnya.

(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular