Nasib 'Nyala' Listrik RI Bergantung Hidup di Ditjen Minerba

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) menyampaikan tengah menghadapi persoalan yang cukup serius terkait pemenuhan batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Hal tersebut seiring dengan pemasok yang lebih memilih opsi ekspor ketimbang suplai ke dalam negeri.
EVP Batubara PT PLN (Persero), Sapto Aji Nugroho mengatakan perbedaan harga penalti dan kompensasi yang besar sesuai kepmen ESDM 13/2022 membuat pemasok memilih tidak mau berkontrak dengan PLN. Adapun dengan kurangnya pemasok yang akan berkontrak, hal ini tentunya membuat PLN kesulitan mendapatkan pasokan batu bara.
"Penambang yang sudah berkontrak dengan PLN dan kontraknya berakhir tidak ada yang mau perpanjang kontrak. Penambang yang belum berkontrak dengan PLN tidak ada yang mau berkontrak. PLN bisa bertahan menjaga pasokan menggunakan pintu darurat yakni penugasan dari Dirjen Minerba, namun sementara," katanya Diskusi Publik BLU Batubara Selasa (2/1/2022).
Adapun bagi pemasok yang memiliki spesifikasi kebutuhan dalam negeri akan membuat kontrak atau mendapat penugasan dari Dirjen Minerba untuk berkontrak dengan PLN, sementara pemasok yang spesifikasinya di luar spesifikasi dalam negeri hanya akan membayar kompensasi yang nilainya sangat kecil jika dibandingkan besaran penalti jika tidak memenuhi kontrak.
Oleh sebab itu, ia berharap agar pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) sebagai pemungut iuran batu bara dapat segera diimplementasikan. Utamanya sebagai solusi atas disparitas harga yang menjadi akar permasalahan pasokan batu bara untuk kelistrikan nasional.
"BLU adalah solusi yang akan menyelesaikan karena prinsip dasarnya menyelesaikan permasalahan disparitas harga," kata dia.
Dalam skema BLU ini, PLN masih akan tetap membayar harga sesuai HBA US$ 70 per ton dan sisanya yakni selisih antara harga pasar dikurangi HBA US$ 70 per ton dibayarkan langsung oleh BLU kepada para penambang.
[Gambas:Video CNBC]
Miris, Tak Ada yang Mau Berkontrak Batu Bara Dengan PLN
(pgr/pgr)