Sungguh Miris, Penambang Ogah Berkontrak Batu Bara Dengan PLN

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
04 August 2022 07:45
pertambangan batu bara
Foto: REUTERS/Valentyn Ogirenko

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) membeberkan bahwa saat ini para pemasok batu bara ogah melakukan kontrak penjualan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) perusahaan. Kontrak tersebut baik sifatnya memperpanjang ataupun kontrak baru.

Hal tersebut diungkapkan oleh EVP Batubara PT PLN (Persero), Sapto Aji Nugroho. Ia bilang, PLN sedang menghadapi masalah fundamental yang sangat serius, di mana penambang batu bara yang kontraknya sudah berakhir enggan untuk melanjutnya kontraknya. Kemudian penambang yang belum berkontrak dengan PLN tidak ada yang mau berkontrak.

Maklum, ogahnya penambang melakukan kontrak dengan PLN kemungkinan ditengarai oleh harga batu bara di pasara internasional yang sedang tinggi atau saat ini hampir menyentuh level US$ 400 per ton. Sementara harga jual ke PLN dipatok hanya US$ 70 per ton.

"Saat ini PLN Bisa bertahan menjaga pasokan batu bara dengan mengandalkan pintu darurat dari penugasan Ditjen Minerba, dengan menggunakan klausa dalam Kepmen 13/2022," terang Sapto Aji.

Selain enggan berkontrak dengan PLN. Saat ini kebanyakan perusahaan batu bara menahan untuk tidak menyuplai batu bara ke PLN lantaran mereka masih menunggu terbitnya pembentukan BLU Batu Bara.

"Ini akan semakin mempersulit PLN mendapatkan pasokan batu bara. Jadi pemasok yang mendapatkan penugasan dari Minerba banyak yang bersedia melaksanakan penugasan di TW 4, hal ini karena berharap BLU sudah berjalan," ungkap Sapto.

Oleh sebab itu, ia berharap agar pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) sebagai pemungut iuran batu bara dapat segera diimplementasikan. Utamanya sebagai solusi atas disparitas harga yang menjadi akar permasalahan pasokan batu bara untuk kelistrikan nasional.

"BLU adalah solusi yang akan menyelesaikan karena prinsip dasarnya menyelesaikan permasalahan disparitas harga," kata dia.

Dalam skema BLU ini, PLN masih akan tetap membayar harga sesuai harga patokan batu bara US$ 70 per ton dan sisanya yakni selisih antara harga pasar dikurangi harga patokan US$ 70 per ton akan dibayarkan langsung oleh BLU kepada para penambang.

Saat ini stok batu bara PLN sendiri masih berada di level 19 hari operasi (HOP). Namun, jika BLU tidak segera terbit dam PLN mengalami kesulitan dalam hal kontrak pemenuhan batu bara, sudah pasti HOP juga turut menurun.

Direktur Batu Bara Kementerian ESDM, Lana Saria menegaskan, bahwa sudah menerbitkan surat penugasan untuk memenuhi tambahan kebutuhan PLN. Di dalam surat penugasan tersebut tercantum volume batu bara yang harus dipasok ke PLN.

Selanjutnya, kata Lana, PLN dan Pemasok akan menyepakati dalam kontrak/perjanjian jual beli termasuk di dalamnya jadwal pengiriman batubara, sehingga tidak ada alasan bagi salah satu pihak untuk menunda pengiriman.

"Ditjen Minerba, akan melakukan monitoring realisasi penugasan dan akan menindak pemasok yang tidak melaksanakan penugasan dengan menutup fitur ekspornya pada aplikasi MoMS," ungkap Lana kepada CNBC Indonesia, Rabu (3/8/2022).

Sapto Aji menjelaskan bahwa perusahaan sempat mengalami kekurangan pasokan batu bara sebesar 15,5 juta metrik ton (MT) pada awal tahun ini. Pada waktu itu, dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan atau RKAP perusahaan mematok kebutuhan batu bara sebesar 66,4 juta MT.

Namun demikian, kebutuhan perusahaan setrum itu ternyata mengalami kenaikan tajam dari yang semula 66,4 juta MT di RKAP melonjak ke level 84,7 juta MT. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan perekonomian yang mulai membaik pasca Covid-19.

Berdasarkan data yang dipaparkan PLN, alokasi kontrak batu bara untuk tahun 2022 yakni sebesar 76,4 juta MT dengan success rate 90% yakni 69,2 juta MT. Sementara dalam revisi RKAP saat ini kebutuhan batu bara PLN mencapai 84,7 juta ton. Dengan begitu terdapat gap 15,5 juta MT antara persediaan dan kebutuhan.

Adapun, guna memenuhi kekurangan 15,5 juta MT tersebut, PLN pada 25 Februari lalu mengajukan permohonan penugasan kepada Dirjen Minerba dan mendapatkan penugasan sebesar 17,2 juta MT pada Maret-Mei 2022 dengan volume terkontrak 11,4 juta MT atau selisih 5,8 juta MT.

Sementara itu, dengan memperhitungkan kebutuhan batu bara di semester II, PLN mengajukan permohonan penugasan sebesar 6 juta MT. Permohonan tersebut kemudian direspon Dirjen Minerba dengan menerbitkan penugasan sebesar 5,4 juta MT.

Selanjutnya, menindaklanjuti penugasan pada 15 Juli kemarin, PLN telah melakukan pembahasan dengan penambang yang menghasilkan komitmen pasokan 1,6 juta MT dengan pasokan bulan Agustus hanya 100.000 MT.

Kondisi kelangkaan batu bara bagi PLN tersebut tentunya cukup ironis bila melihat cadangan maupun produksi batu bara Indonesia yang merupakan salah satu terbesar di dunia. Berdasarkan data Dewan Energi Nasional (DEN) misalnya, cadangan batu bara Indonesia sekitar 38,8 miliar ton.

Umur cadangan batu bara tersebut setidaknya masih mampu bertahan hingga 69 tahun ke depan. Namun demikian perhitungan tersebut dengan asumsi tidak ada penemuan sumber daya baru.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai seharusnya suplai batu bara ke PLN tidak harus menemui kendala. Mengingat aturannya belum berubah sama sekali yakni perusahaan diwajibkan memasok 25% dari total produksinya ke dalam negeri.

Selain itu, perusahaan tambang juga diwajibkan untuk memasok batu bara ke dalam negeri atau ke PLN sesuai harga domestic market obligation (DMO) sebesar US$70 per metrik ton.

"Artinya DMO batu bara itu harus tetap dilakukan dan pengusaha harus mengirim batu bara ke PLN sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan DMO tadi," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (3/8/2022).

Menurut Fahmi jika para pemasok atau pengusaha tambang batu bara tetap menahan untuk pengiriman batu bara, sudah dapat dipastikan bahwa krisis pasokan untuk PLTU akan terulang kembali seperti di awal tahun. Dengan begitu, maka potensi pemadaman akan terjadi.

"Karena PLN kekurangan batu bara. Jadi saya kira sikap menahan ke PLN tidak benar. Ini akan membahayakan, krisis akan terulang kembali terjadi di PLN," ujarnya.

Oleh sebab itu, ia pun meminta agar pemerintah tegas dengan para pemasok yang nakal tersebut. Apalagi saat ini sudah terdapat electronic Monitoring. Melalui aplikasi tersebut pemerintah sudah dapat mengetahui siapa saja pihak-pihak yang tidak mengirimkan batu baranya untuk kebutuhan PLN.

"Kalau itu gak sesuai DMO maka seharusnya dia diberikan sanksi mulai teguran, denda dan larangan ekspor, bahkan larangan produksi itu sudah ada aturannya kalau gak tegas pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM ikut kontribusi terjadinya krisis batu bara di PLN," ujarnya.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Awas Krisis Listrik, Pemasok Batu Bara Ogah Suplai ke PLN!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular