Internasional

AS Memang Resesi Mr Biden-Tante Yellen, Ini Buktinya

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
29 July 2022 10:00
Bendera Amerika Serikat
Foto: Bendera Amerika Serikat (AP Photo/Charlie Riedel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) secara resmi memasuki resesi setelah mencatatkan pertumbuhan negatif alias kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 0,9% pada kuartal II-2022 secara kuartalan (quarter-to-quarter/yoy). Rilis data Biro Analisis Ekonomi AS pada kuartal kedua berbalik dari ekspektasi pasar dalam polling Dow Jones yang memperkirakan pertumbuhan 0,3%.

Ini melanjutkan kontraksi kuartal I-2022 yang sebesar 1,6%. Artinya, secara teknikal ekonomi AS telah memasuki resesi karena terkontraksi alias tidak ada pertumbuhan dalam dua kuartal berturut-turut.

Kondisi ini menunjukkan bahwa ekonomi memenuhi definisi resesi yang umum digunakan. Yakni dua kuartal berturut-turut dengan penurunan output ekonomi.

"Angka hari ini hanya memperpanas proyeksi bahwa kita memasuki resesi," tutur Direktur Pelaksana Perencanaan Investasi E-Trade, Mike Loewengart, seperti dikutip CNBC International.

Perekonomian AS tercatat merosot tajam sejak 2021 karena program stimulus bank sentral AS (The Federl Reserve/The Fed) berakhir. Kemudian inflasi merajalela dan memotong belanja konsumen dan pendapatan perusahaan.

Ditambah lagi dengan naiknya harga energi yang diperburuk oleh serangan Rusia ke Ukraina sejak Februari 2022 lalu.

Penurunan PDB berasal dari berbagai faktor, termasuk penurunan persediaan, investasi perumahan dan non-perumahan, serta pengeluaran pemerintah di tingkat federal, negara bagian dan lokal. Sementara Investasi domestik swasta bruto turun 13,5% untuk periode tiga bulan terakhir.

Pengeluaran konsumen, yang diukur melalui pengeluaran konsumsi pribadi, meningkat hanya 1% untuk periode tersebut seiring dengan percepatan inflasi. Pengeluaran untuk jasa meningkat selama periode tersebut sebesar 4,1%, namun diimbangi oleh penurunan barang tidak tahan lama sebesar 5,5% dan barang tahan lama sebesar 2,6%.

Persediaan, yang membantu meningkatkan PDB pada tahun 2021, menjadi penghambat pertumbuhan pada kuartal kedua, mengurangi 2 poin persentase dari total.

Inflasi adalah akar dari banyak masalah ekonomi. Indeks harga konsumen naik 8,6% pada kuartal tersebut, laju tercepat sejak Q4 tahun 1981.

Hal itu mengakibatkan penurunan pendapatan pribadi setelah pajak yang disesuaikan dengan inflasi sebesar 0,5%. Sedangkan tingkat tabungan pribadi adalah 5,2%, turun dari 5,6% pada kuartal pertama.

Sementara, seperti yang telah diketahui sehari sebelumnya, suku bunga acuan AS telah dinaikkan sebesar 75 basis poin (bps) pada bulan ini. Ini menjadi kenaikan beruntun dalam upaya mengatasi inflasi dan percaya bank sentral bisa menjaga ekonomi dari bahaya resesi.

The Fed akan meredam inflasi yang melonjak tanpa mengirim ekonomi ke jurang resesi. The Fed mengisyaratkan bahwa ke depannya laju kenaikan suku bunga dapat melambat.

Tetapi, jika masih ada potensi tindakan agresif dari The Fed dalam menaikkan suku bunga acuan yang bisa menyebabkan perlambatan ekspansi dan pemulihan.

Sebelumnya, Bos Federal Reserve (The Fed) mengeluarkan pernyataan terbaru soal resesi AS. Ia mengatakan tak percaya ekonomi AS berada dalam resesi.

Ia juga yakin negara itu dapat menghindarinya perlambatan ekonomi tersebut. Bahkan secara agresif memerangi inflasi.

"Kami mencoba melakukan dengan tepat. Kami tidak 'mencoba' untuk membuat munculnya resesi dan kami pikir kami tidak harus melakukannya," kata Powell kepada wartawan setelah keputusan Fed untuk menaikkan suku bunga acuan 75 bps menjadi 2,25% hingga 2,5%, dikutip AFP, Kamis (28/7/2022).

Presiden AS Joe Biden juga demikian. Ia mengaku tak melihat itu meski angka PDB yang akan dirilis mungkin menunjukkan ekonomi menyusut untuk kuartal kedua berturut-turut.

"Kami tidak akan berada dalam resesi dalam pandangan saya," kata Biden kepada wartawan.

Biden mengutip angka ketenagakerjaan. Menurutnya datanya masih kuat. 

Per Juni, setidaknya ada 372.000 pekerjaan baru dan menjadi kenaikan dalam periode empat bulan beruntun. Tingkat pengangguran juga bertahan di 3,6%.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen pun menolak negaranya disebut resesi kendati ekonomi AS terkontraksi pada kuartal II/2022. Menurutnya, kondisi resesi yang sebenarnya terjadi pada ekonomi secara luas dan sama dengan Biden, ia menyatakan pasar tenaga kerja AS masih kuat.


Sebenarnya, jika melihat klaim data pengangguran, terjadi meningkat karena lebih banyak perusahaan mengumumkan PHK di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi. Tren ini dapat berlanjut karena Federal Reserve meningkatkan perjuangannya melawan inflasi yang merajalela dengan beberapa kenaikan suku bunga terbesar dalam beberapa dekade, yang pada akhirnya dapat mengekang permintaan pekerja.

Perdebatan AS Resesi atau tidak memang sudah lama terjadi di antara para bankir bank sentral, investor, ekonom, hingga politisi. Namun jika melihat beberapa indikator makro lainnya seperti aktivitas manufaktur, keyakinan konsumen, tingkat produksi industri memang melemah.

Sementara, warga AS pun disebut sudah mulai kesulitan membayar berbagai tagihan secara tepat waktu. Menurut The Discover DFS dan Capital One (OC), perusahaan raksasa kartu kredit, kesusahan membayar cicilan orang Amerika tercermin dari kenaikan tunggakan atau kredit macet.

Menurut kedua perusahaan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kenaikan kredit macet ini. Pertama, inflasi yang melonjak dan faktor kedua dipicu oleh kenaikan suku bunga The Fed.


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular