Makin Ngeri! Kasus Mingguan Covid Tertinggi Dalam 4 Bulan

Maesaroh, CNBC Indonesia
25 July 2022 10:59
Pasien Covid-19 di RSUD Koja
Foto: Pasien Covid-19 di RSUD Koja (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Tambahan kasus baru pada sepekan terakhir bahkan melonjak 41,2%.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tambahan kasus Covid-19 selama sepekan terakhir (18-24 Juli) menembus 33.389, atau melesat 41,2% dibandingkan pekan sebelumnya yang mencapai 23.648. Kenaikan kasus pekan kemarin jauh lebih tinggi dibandingkan pekan sebelumnya (36%) atau dua pekan sebelumnya (29%).

Tambahan kasus mingguan dalam sepekan terakhir juga menjadi yang tertinggi sejak pekan ketiga Maret 2022 atau dalam empat bulan terakhir. Pada pekan ketiga Maret (21-27 Maret 2022), tambahan kasus Covid menembus 36.470. Dengan kenaikan pada sepekan terakhir berarti kasus Covid-19 di Indonesia sudah meningkat selama sembilan pekan atau dua bulan lebih.



Kasus Covid-19 di Indonesia mulai melonjak pada akhir Mei tahun ini seiring masuknya subvarian BA.4, BA.5. Tambahan kasus pada Selasa-Kamis pekan lalu bahkan selalu di atas 5.000 per hari. Padahal, Indonesia tidak pernah melaporkan tambahan kasus di atas 5.000 per hari sejak 24 Maret lalu, atau saat gelombang ketiga Omicron masih mengganas.

Tambahan kasus di Indonesia juga meningkat dengan cepat dari di bawah 10.000 sepekan pada pertengahan Juni menjadi 30.000 per pekan pada minggu ke empat Juli.

Tingginya kasus Covid-19 disebabkan masih besarnya tambahan kasus di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Ketiga provinsi tersebut merupakan episentrum gelombang III Covid-19 yang dipicu varian Omicron dan subvarian BA.4, BA.5.

Dalam sepekan terakhir, tambahan kasus Covid di Jakarta mencapai 17.459 atau naik 46,4% dibandingkan pekan sebelumnya. Tambahan kasus di Jakarta bahkan selalu di atas 2.500 per hari pada Rabu, Kamis, dan Sabtu pekan lalu.

Lonjakan kasus di Jawa Barat mencapai 30,8% atau sebanyak 5.968. Di Jawa Timur, kasus bertambah sebanyak 2.007 atau melesat 32,1% dalam sepekan. Sementara itu, tambahan kasus di Banten melonjak 33,7% atau sebanyak 4.034 kasus.

Namun, kasus kematian sedikit melandai pada pekan lalu. Dalam sepekan terakhir, kasus kematian menembus 53 jiwa, turun dibandingkan pekan sebelumnya (58 jiwa). Pada dua pekan lalu, kasus kematian hanya tercatat 42 jiwa. Pada Jumat (22/7/2022), kasus kematian mencapai 13 jiwa atau tertinggi sejak 24 Mei 2022.

Rata-rata positivity rate dalam sepekan terakhir juga meningkat menjadi 6,13%. Lebih tinggi dibandingkan pada pekan sebelumnya yang tercatat 5,34%. Artinya, rata-rata positivity rate selama tiga pekan terakhir ada di atas batas aman yang disarankan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yakni 5%.



Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, pada awal Juli, memperkirakan puncak kasus akibat varan BA.4,BA.5 akan terjadi dalam 28-36 hari sejak BA.4 dan BA.5 ditemukan.

"Jadi, karena di Indonesia itu ditemukannya sesudah Lebaran, kalau kita mengikuti pola di tiga negara lain, puncaknya kira-kira minggu kedua Juli atau minggu ketiga Juli," tutur Budi Gunadi, awal Juli lalu.

Namun, Rabu pekan lalu (23/7/2022), Budi mengakui puncak Covid mungkin belum terjadi. Menurutnya, Indonesia mirip dengan India di mana kedua negara mengalami kenaikan kasus yang tidak cepat, namun naik secara perlahan.

 "Indonesia itu mirip dengan India, di mana kenaikannya tidak cepat, tetapi perlahan naik terus dan kita belum lihat puncaknya tercapai dengan cepat seperti yang terjadi di negara-negara lain," kata Budi, Rabu (20/7/2022)

Dicky Budiman, epidemiolog dan peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, mengatakan sulit bagi Indonesia untuk memprediksi puncak dari gelombang kasus yang sekarang serta kapan melandai. Pasalnya, faktor yang mempengaruhinya menjadi beragam mulai dari imunitas hingga perilaku masyarakat.

Dia menjelaskan biasanya ada tiga puncak saat gelombang baru menyebar yakni puncak tambahan kasus, puncak kasus kesakitan, serta puncak kematian.

"Tingkat imunitas sulit diukur karena ada yang sudah lama mendapatkan vaksin dua kali atau booster sehingga imunitas menurun. Ada yang baru dua kali atau booster," ujar Dicky, kepada CNBC Indonesia. 

Perilaku masyarakat yang enggan ke layanan kesehatan saat sakit ataupun hanya sakit ringan juga menjadi persoalan. Bila pada periode sebelumnya, jumlah tes meningkat tajam karena banyak orang yang khawatir terkena Covid maka perilaku tersebut sedikit berubah.

 Imunitas membuat orang lebih kebal atau hanya mengalami efek ringan jika terkena Covid sehingga jumlah yang melakukan tes atau memeriksakan ke rumah sakit turun.

"Masyarakat berkembang seperti Indonesia itu kalau sakit ya di rumah saja, tidak ke rumah sakit sehingga menjadi sulit terdeteksi," tuturnya.

Sebagai catatan, dalam sepekan, rata-rata jumlah orang yang menjalani tes Covid-19 mencapai 78.526 per hari pada sepekan terakhir. Jumlah tersebut sebenarnya sudah naik dibandingkan pekan sebelumnya yakni 62.842.

Namun, angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada Februari 2022 yang selalu berada di atas 260.000 per hari. Pada periode tersebut, Indonesia tengah menghadapi lonjakan kasus gelombang III akibat varian Omicron.

Dicky juga menggarisbawahi tingginya positivity rate di Indonesia. Pasalnya, tingginya positivity rate terjadi di tengah screening dan testing yang rendah.

"Positivity rate nya naik dari 1% (menjadi 5%) di tengah jumlah tes yang turun. Artinya, kasus yang ada di masyarakat jauh lebih tinggi,"ujarnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular