Ternyata! Ekspor Sawit Bebas Pajak Nggak Bikin Petani Happy

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Kamis, 21/07/2022 16:00 WIB
Foto: Pekerja memuat tandan buah segar kelapa sawit untuk diangkut dari tempat pengumpul ke pabrik CPO di Pekanbaru, provinsi Riau, Indonesia, Rabu (27/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan pemerintah yang menghapus sementara pungutan ekspor (PE) minyak sawit (CPO) dan turunannya dianggap terlambat. Menurut Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), seharusnya pemerintah bisa lebih sigap menerapkan kebijakan tersebut sebelum harga tandan buah segar (TBS) petani sawit ambrol.

Kepala Bidang organisasi dan Anggota SPKS Sabarudin mengatakan, harga TBS petani saat ini sudah sangat jatuh. Karena itu, kata Sabarudin, seharusnya pemerintah mempertimbangkan faktor lain sebelum memutuskan suatu kebijakan, termasuk pungutan ekspor.

"Terlebih saat ini tata kelola kebun sawit di tingkat petani sudah tidak lagi diperhatikan. Tata kelola sawit menjadi poin utama agar tetap diperhatikan, selanjutnya harus pula dihitung Kemenko Perekonomian dan Kementerian Pertanian seberapa besar pungutan ekspor akan bisa menormalkan harga TBS Sawit. Itu harus menjadi titik evaluasi penerapan kebijakan pungutan ekspor," kata Sabarudin, dikutip Kamis (21/7/22).


Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan.

Sehingga, tarif pungutan ekspor yang dikumpulkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), untuk semua produk minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya menjadi nol. Kebijakan tersebut akan berlaku sementara, terhitung sejak diundangkan tanggal 15 Juli 2022 sampai dengan 31 Agustus 2022.

Sementara dimulai 1 September akan berlaku kembali tarif maksimal US$ 240/ton untuk harga CPO di atas US$ 1500/ton, dengan perubahan tarif yang progresif terhadap harga.

Petani menilai, keputusan pemerintah itu justru jadi kesempatan yang digunakan menahan laju harga TBS petani.

"Ini akan memberikan respon kepada pengusaha dengan tidak menaikkan harga TBS sawit, kami melihat ini adalah solusi banci," kata Suaduon Sitorus dari Jaringan Petani Sawit Nasional.

"Saat ini ditengarai ada perusahaan yang memanfaatkan dengan situasi seperti ini, utamanya perusahaan minyak goreng sawit," kata Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Setiyono.

Setiyono pun membandingkan dengan kondisi saat ini dengan tahun 2008. Dimana, saat itu, juga terjadi penurunan harga TBS yang parah di tingkat petani. Namun, ujarnya, kondisi saat ini justru lebih buruk karena harga TBS sawit petani dari sebelumnya di kisaran Rp4.000 per kg menjadi hanya sekitar Rp400 per kg.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Miris! RI Produsen CPO Tebesar Tapi Tak Bisa Kontrol Harga