PM Turun, Tapi Negara Ini Gagal Turunkan Angka Pengangguran
Jakarta, CNBC Indonesia - Tingkat pengangguran Inggris pada Mei 2022 masih di angka 3,8%, sama dengan bulan sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasca pandemi Covid-19, risiko kehilangan pekerjaan masih tinggi.
Inggris telah berada di bawah tekanan yang luar biasa akibat pandemi Covid-19 hingga gonjang-ganjing perekonomian global. Tentunya perekonomian Inggris begitu disorot karena merupakan negara kelima dengan perekonomian terbesar di dunia.
Saat ini, tingkat pengangguran Inggris mendekati level terendah dalam hampir 60 tahun. Ini menunjukkan Inggris telah berhasil melewati kondisi sulit Covid-19.
Namun di sisi lain, gejolak ekonomi dunia dan ancaman resesi ekonomi global mempengaruhi ekonomi Inggris. Ekonomi Inggris yang saat ini mencetak rekor inflasi nyaris dobel digit, serta pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Menurut data Dana Moneter Internasional (IMF), ekonomi Inggris menurut besaran Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai US$ 3,1 triliun. Tetapi tetap saja di tengah kondisi perekonomian global yang penuh ketidakpastian, Inggris pun merupakan salah satu yang terkena imbasnya.
Kondisi ekonomi yang tengah memburuk sejak Covid-19 hingga ancaman resesi saat ini. Untuk itu, Inggris tengah bersiap menghadapi memburuknya prospek ekonomi.
Berdasarkan Laporan Stabilitas Keuangan, Bank Sentral Inggris (BoE) menyebut ekonomi Negeri Tiga Singa tengah memburuk. Perang di Ukraina ikut memperkeruh kondisi ekonomi.
Inggris lebih rentan terhadap resesi dan inflasi tinggi dibandingkan negara-negara Barat lainnya, yang semuanya sedang bergulat dengan guncangan pasar komoditas dan energi global. Pada April lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Inggris pada 2023 akan lebih lambat dan inflasi yang lebih tinggi dari ekonomi utama lainnya di seluruh dunia.
Saat ini, inflasi Inggris telah mencapai level tertinggi 40 tahun terakhir, yakni di 9,1% pada Mei. BoE memperkirakan inflasi akan mencapai 11% pada Oktober nanti.
Tekanan inflasi ini pun membuat BoE harus menaikkan suku bunga acuan yang berujung pada merosotnya indeks konsumen. Sentimen konsumen di Inggris tampaknya menjadi suram pasca gejolak kondisi ekonomi global yang berpengaruh pula terhadap situasi keuangan mereka sendiri selama setahun ke depan.
(aum/aum)