Petani Sawit Teriak, Tarif Parkir Lebih Mahal dari Harga TBS

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
Jumat, 08/07/2022 16:00 WIB
Foto: Ilustrasi Kelapa Sawit (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Petani mendesak pemerintah mempercepat upaya penanganan harga tandan buah segar (TBS) sawit. Sehingga bisa menekan efek domino pelemahan harga TBS petani, termasuk aksi-aksi yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.

"Karena itu, saat bertemu dengan pak Luhut di kantornya (Menko bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan), kami menyampaikan bahwa saat ini kondisinya itu berpacu dengan waktu. Karena aspek sosial ekonomi sudah terganggu, keamanan dan ketertiban masyarakat berisiko," kata Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung kepada CNBC Indonesia, Jumat (8/7/2022).

"Kalau harga CPO memang turun kami petani nggak marah. Tapi, ini masih dalam keekonomian. Itu yang membuat bingung. Karena begitu di Indonesia harga CPO-nya anjlok sampai 60% dan ini langsung diterjemahkan ke petani," lanjut Gulat.


Gulat memaparkan, harga TBS yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan adalah Rp2.392 per kg, ini rata-rata terhadap 22 provinsi penghasil sawit. Namun, harga riil pembelian di tingkat petani lebih rendah dan turun terus.

"Teman-teman petani itu sekarang mengambil kebijakan tidak memanen. Karena upah memanen hingga pengiriman itu lebih mahal. Sekarang harga 1 kg TBS nggak cukup bayar parkir. Kan kejam sekali," tukas Gulat.

Dimana, harga pembelian per kilogram TBS pada 4 Juli 2022 rata-rata Rp916 di petani swadaya dan Rp1.259 di petani plasma/ bermitra.

Pada 5 Juli 2022, harga itu turun menjadi Rp898 di petani swadaya dan Rp1.236 di petani bermitra/ plasma.

Harga kembali turun pada 6 Juli 2022, menjadi Rp811 di petani swadaya dan Rp1.200 di petani mitra/ plasma.

Menurut Gulat, tidak ada satu pun pabrik kelapa sawit (PKS) yang mematuhi harga penetapan TBS oleh Dinas Perkebunan. Dimana, imbuh dia, harga TBS sebelum larangan ekspor mencapai Rp4.250 per kg.

"Kami berharap segera ada aksi, dan tidak bisa hanya petani atau pengusaha. Tapi, para bupati atau wali kota daerah pusat sawit pun harus berteriak. Karena, ini sudah menyangkut aspek sosial masyarakat," ujarnya.

"Ada turbulensi di keamanan dan ketertiban. Seperti yang baru terjadi di Padang Lawas Utara, terjadi pencurian TBS perusahaan yang menyebabkan petugas keamanan melakukan tindakan. Contoh seperti itu yang terjadi," paparnya.

Selain itu, kata Gulat, anjloknya harga TBS di tingkat petani sawit menyebabkan penjualan ke Malaysia masih terus berlanjut.

"Petani menjual TBS-nya langsung lintas perbatasan negara sampai saat ini masih berlanjut," kata Gulat.

Sementara itu, pemerintah berencana menerapkan campuran B35. Dengan demikian, diharapkan bisa memacu konsumsi CPO untuk biodiesel sehingga bisa mendongkrak harga TBS petani.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Negara Alihkan Lahan Sawit Ilegal 833 Ribu Hektar Ke Agrinas