
DPR Ungkap Biang Kerok yang Bikin Mandek RUU Migas

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah untuk segera melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas (RUU Migas). Pasalnya, selama ini pemerintah dinilai masih kurang serius.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai selama ini pemerintah masih belum serius dalam melanjutkan pembahasan revisi UU Migas. Hal tersebut diketahui dari pembahasan alot kelembagaan definitif untuk menggantikan SKK Migas.
Menurutnya lembaga definitif sebagai pengganti SKK Migas makin kompleks lantaran pemerintah akhirnya memilih mencabutnya dari usulan pada RUU Cipta Kerja. Hal ini pun membuat para anggota kecewa dengan adanya pencabutan tersebut.
"Waktu itu staf ahli Menko Perekonomian jadi jubir alasan utama belum siap pemerintah. Ternyata banyak sekali masukan yang mengkhawatirkan draft yang diusulkan," ujarnya dalam webinar Kebijakan Insentif untuk Mendukung Peran Penting Industri Hulu Migas dalam Transisi Energi dan Perekonomian Indonesia, Rabu (15/6/2022).
Dari sisi DPR, Mulyadi mengaku pihaknya akan terus mendorong agar revisi UU Migas ini dapat segera terealisasi. Apalagi pihaknya juga telah memegang dratnya, agar menjadi RUU usulan inisiatif Komisi VII.
"Kemarin RUU EBT sudah diketok jadi usulan inisiatif DPR. Artinya sekarang kita mulai berpikir bahas RUU Migas. DPR serius sekali," kata dia.
Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara sebelumnya berharap agar RUU Migas yang kini sedang dibahas bisa segera selesai. Sehingga payung hukum tersebut bisa memberikan kepastian bagi investor dalam melaksanakan kegiatan usaha migas dan menarik lebih banyak investasi ke Indonesia.
SKK Migas saat ini terus memacu produksi minyak dan gas bumi dengan mempercepat onstream 12 proyek migas pada tahun ini.
Berkaca pada produksi minyak tahun 2021 yang hanya mencapai 660.000 bph dari target produksi sebesar 705.000 bph, kebutuhan minyak akan terus bertambah setiap tahunnya.
Konsumsi minyak pada 2050 diperkirakan meningkat sebesar 139% dari konsumsi saat ini yang sekitar 1,66 juta barel per hari (bph) menjadi 3,97 juta bph pada 2050.
Sementara untuk konsumsi gas diperkirakan akan meningkat lebih besar lagi. Konsumsi gas saat ini sekitar 6.000 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), lalu diperkirakan akan meningkat menjadi 26.112 MMSCFD pada 2050 atau meningkat sebesar 298%.
Menurut Benny, momentum harga minyak dunia yang tinggi ini dimanfaatkan oleh SKK Migas dengan mendorong KKKS untuk melakukan investasi yang lebih agresif dan mendorong KKKS untuk melaksanakan programnya lebih dini di awal tahun. Termasuk di dalamnya adalah SKK Migas mengawal penyelesaian proyek hulu migas 2022.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Mandek, ESDM Beberkan Kendala Pembahasan RUU Migas