Internasional

'Tsunami' Resesi di Depan Mata, Hantu Stagflasi Kian Nyata!

luc, CNBC Indonesia
08 June 2022 12:59
People block a main road as they wait for the gas trucks to arrive at the station to distribute for them, amid the country's economic crisis in Colombo, Sri Lanka, May 8, 2022. REUTERS/Dinuka Liyanawatte
Foto: REUTERS/DINUKA LIYANAWATTE

Jakarta, CNBC Indonesia - 'Tsunami' resesi di depan mata. Hal itu menjadi peringatan oleh Bank Dunia yang memangkas proyeksi pertumbuhan globalnya dengan ditandai dengan jatuhnya banyak negara ke dalam jurang resesi.

Kondisi tersebut diakibatkan ambruknya perekonomian sejumlah negara yang diperkirakan mengalami periode stagflasi seperti yang terjadi pada era 1970-an.

Dalam laporan Global Economic Prospects terbaru, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global turun menjadi 2,9% pada tahun ini dari 5,7% pada 2021. Angka proyeksi yang baru itu pun lebih rendah 1,2% dari perkiraan pada Januari lalu sebesar 4,1%.

Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari.David Malpass, Presiden Bank Dunia

Bank yang berbasis di Washington itu pun meramalkan pertumbuhan ekonomi global akan berada di kisaran tersebut hingga 2024, sementara inflasi melambung di atas target. Alhasil, kondisi tersebut akan meningkatkan risiko stagflasi.

Adapun, perang Rusia di Ukraina dan lonjakan harga komoditas yang diakibatkannya telah memperparah pukulan pandemi Covid-19 terhadap ekonomi global. Bank Dunia pun mengistilahkannya sebagai periode pertumbuhan lemah yang berlarut-larut dan inflasi yang meningkat.

"Perang di Ukraina, lockdown di China, gangguan rantai pasokan, dan risiko stagflasi memukul pertumbuhan. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari," kata Presiden Bank Dunia David Malpass, mengutip CNBC International, Rabu (8/3/2022).

Workers dismantle barriers at a residential area, as the city prepares to end the lockdown placed to curb the coronavirus disease (COVID-19) outbreak in Shanghai, China May 31, 2022. REUTERS/Aly SongKota Shanghai di China yang sempat mengalami penguncian ketat.  REUTERS/ALY SONG

Pertumbuhan di negara-negara maju diproyeksikan melambat tajam menjadi 2,6% pada 2022 dari 5,1% pada 2021 sebelum melambat lebih lanjut menjadi 2,2% pada 2023, kata laporan itu.

Sementara itu, ekspansi di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang diproyeksikan turun menjadi 3,4% pada 2022 dari 6,6% pada 2021, jauh di bawah rata-rata tahunan sebesar 4,8% dari 2011 hingga 2019.

Pasalnya, inflasi yang terus meningkat baik di negara maju dan berkembang telah mendorong bank sentral untuk memperketat kebijakan moneter dan menaikkan suku bunga untuk menahan lonjakan harga.

Sementara itu, inflasi yang tinggi dengan pertumbuhan ekonomi yang lemah sejatinya pernah terjadi pada era 1970-an. Kala itu, terjadi stagflasi intens yang mendorong kenaikan tajam dalam suku bunga di negara maju dan memicu serangkaian krisis keuangan di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang.

Untuk mengurangi risiko terulangnya sejarah, Bank Dunia mendesak para pembuat kebijakan untuk mengoordinasikan bantuan untuk Ukraina, melawan lonjakan harga minyak dan pangan, serta mengatur penghapusan utang untuk negara berkembang.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bank Dunia Sebut Resesi Global Mengancam, Ini Biang Keroknya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular