Inflasi Mereda Tapi Jangan Senang Dulu!

Maesaroh, CNBC Indonesia
02 June 2022 14:40
Penjual melayani pembeli daging ayam di Pasar Minggu, Rabu (6/4/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Penjual melayani pembeli daging ayam di Pasar Minggu, Rabu (6/4/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi Indonesia pada Mei 2022 tercatat 0,4% (month to month/MoM). Level tersebut jauh lebih rendah dibandingkan April (0,95%).

Namun, secara tahunan (year on year/yoy), inflasi Mei melonjak 3,55%. Level tersebut akan menjadi yang tertinggi sejak Desember 2017 di mana pada saat itu inflasi tercatat 3,61%.

Mengecilnya inflasi April secara bulanan serta meningkatnya inflasi secara tahunan sejalan dengan konsensus pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia. Sebanyak 13 institusi menghasilkan median proyeksi inflasi 0,41% (mtm) dan 3,55% (yoy).

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan pengungkit inflasi Mei adalah komoditas yang terkait dengan faktor musiman Lebaran seperti telur ayam ras, bawang merah dan daging sapi. Ikan segar juga menyumbang inflasi tinggi bulan lalu karena pasokan terganggu akibat cuaca.

Catatan positif ditorehkan minyak goreng yang mengalami penurunan harga bulan lalu dan menjadi penyumbang deflasi. Sejak November 2021 atau tujuh bulan, minyak goreng selalu menggerakkan inflasi, kecuali di Februari dan Mei 2022.

Sebagai informasi, pemerintah sempat melarang ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunanya pada 28 April-22 Mei 2022 untuk memastikan pasokan bahan mentah sekaligus menekan harga.

Catatan penting dari laju inflasi Mei adalah kembalinya tariff angkutan udara sebagai penyumbang inflasi utama pada periode Lebaran. Sebelum pandemi melanda di Maret 2020, tarif angkutan udara selalu menjadi penyumbang besar inflasi periode Lebaran. Tren tersebut terhenti di tahun 2021 dan 2021 karena pemerintah melarang mudik pada dua tahun terakhir.

Tarif angkutan udara kembali menjadi penyumbang inflasi pada periode Lebaran tahun ini begitu pemerintah mengizinkan masyarakat untuk mudik. Sebagai catatan, Hari Raya Idul Fitri jatuh tahun ini jatuh pada 2 Mei 2022. Pada pertengahan April, pemerintah juga mengeluarkan aturan yang memperbolehkan maskapai penerbangan untuk menaikkan harga tiket di tengah lonjakan harga avtur.

"Terjadi tren peningkatan peningkatan harga yang diatur pemerintah pada Mei karena pemerintah mengizinkan penyesuaian harga produksi untuk tarif angkutan udara dan kenaikan harga BBM Pertamax," ujar Margo Yuwono, dalam konferensi pers, kamis (2/6/2022).

Dalam catatan BPS, tarif angkutan udara memberi andil inflasi 0,07% sementara bahan bakar rumah tangga sebesar 0,1%.  Sebagai informasi, pemerintah menaikkan harga Pertamax mulai 1 April 2022 sehingga ada dampak lanjutan pada inflasi Mei.

Merujuk data BPS, inflasi puasa dan Lebaran pada tahun ini juga jauh lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya.  Inflasi puasa dan Lebaran yang berlangsung di bulan April dan Mei maka inflasi mencapai 0,68%. Level tersebut termasuk sangat tinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir di mana inflasi puasa dan Lebaran ada di angka 0,1-0,6%.

Kendati demikian, inflasi puasa dan Lebaran tahun ini tidak setinggi 2013 yang mencapai 2,2%.


Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengingatkan inflasi di bulan Mei memang melemah secara bulanan tetapi masih ada ancaman yang mengintai. "Secara substansi dan fundamental, kemungkinan inflasi akan naik pada semester II karena demand pull inflation. Permintaan akan naik seiring membaiknya perekonomian dan pelonggaran mobilitas," tutur Faisal dalam laporannya Macro Brief: Inflation.

Inflasi yang datang dari push cost inflation juga masih mengancam karena naiknya komoditas pangan dan energi di pasar global. "Untuk makanan terutama yang bahan bakunya impor seperti kedelai dan gandum masih akan ada tekanan di bulan-bulan selanjutnya. Dan ini akan bergantung pada kondisi global juga," tutur Faisal.

Peringatan serupa juga dikeluarkan BPS. Harga komoditas strategis seperti tepung terigu dan kedelai sudah memberikan andil inflasi di Mei sebagai dampak meningkatnya harga di pasar internasional. Inflasi lebih besar bisa disumbang produk turunan mereka di bulan-bulan mendatang.

Faisal mengingatkan Indeks Harga Produsen dan Indek Harga Perdagangan Besar (IHPB) sudah berada di atas inflasi umum. "Ini menunjukkan bahwa risiko dari inflasi akibat pasokan diteruskan kepada sisi permintaan," tuturnya.

Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan inflasi Juli masih bisa melewati 0,2%. Indonesia memasuki tahun ajaran baru pada Juni-Juli. Momen tahunan tersebut biasanya akan mengerek inflasi.

"Juli ada sentimen libur sekolah dan masuk sekolah Juli-Agustus. Mungkin masih bisa di atas 0,2% ," ujar Andry.

Namun, dia mengatakan langkah pemerintah untuk menahan harga BBM dan tariff dasar listrik pada tahun ini setidaknya menahan laju inflasi. Keputusan pemerintah juga memberi ruang lebih bagi Bank Indonesia (BI) untuk tidak terburu-buru menaikkan suku bunga atau menaikkan suku bunga dalam jumlah besar. Bank Mandiri memperkirakan BI tidak akan menaikkan suku bunga melebihi 75 bps pada tahun ini.

Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana mengatakan tekanan inflasi kini jauh berkurang.  Namun, inflasi kemungkinan akan tetap berada merangkak naik ke batas atas target BI yakni 2-4%.

"Risiko dari lonjakan inflasi mulai mereda kecuali jika ada goncangan besar lain di harga minyak global," tuturnya kepada CNBC Indonesia.

Wisnu menjelaskan dengan mulai meredanya inflasi, kemungkinan BI masih akan menahan suku bunga bulan ini dan baru akan mengerek suku bunga acuan di kuartal III tahun ini.

"Pulihnya permintaan dan faktor one-off seperti kenaikan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan biaya pendidikan akan membuat inflasi umum dan inti naik," tuturnya kepada CNBC Indonesia.

Inflasi inti melemah ke 2,58% (yoy) pada Mei dari 2,6% di April. Inflasi inti akan menjadi acuan BI dalam menentukan suku bunga acuan.




 

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

 

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular