Di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah kembali menembus level 6.900 pada penutupan 24 Mei. Sebelumnya, IHSG sempat anjlok hingga ke kisaran 6.500.
Demikian pula dengan nilai tukar rupiah. Di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), mata uang Tanah Air sempat melemah ke kisaran Rp 14.700/US$. Kini rupiah relatif stabil di level Rp 14.600/US$.
Sebelumnya, pasar finansial dunia (termasuk Indonesia) mengalami tekanan akibat pengetatan kebijakan moneter bank sentral AS yang lebih agresif. Bulan lalu, The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) ke 0,75-1%.
Namun kini muncul pandangan baru. Memang betul inflasi Negeri Paman Sam yang tinggi mengharuskan The Fed menaikkan suku bunga acuan. Akan tetapi The Fed juga punya pertimbangan lain.
Inflasi yang disebabkan tingginya harga energi dan bahan baku akibat perang Rusia versus Ukraina membuat perekonomian AS terluka. Pada kuartal I-2022, ekonomi Negeri Stars and Stripes tercatat tumbuh -1,5% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized), berdasarkan pembacaan kedua. Ini adalah kontraksi perdana sejak kuartal II-2020, saat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sedang ganas-ganasnya.
 Sumber: US Bureau of Economic Analysis |
Tingginya harga energi dan bahan baku juga menyebabkan dunia usaha kelimpungan. Penciptaan lapangan kerja berkurang, sehingga masih banyak warga AS yang menggantungkan diri kepada tunjangan pengangguran (unemployment benefits).
Pada pekan yang berakhir 28 Maret, klaim tunjangan pengangguran tercatat 168.000. Kini angkanya sudah berada di atas 200.000.
Oleh karena itu, pelaku pasar mulai melihat kemungkinan The Fed tidak akan terlalu agresif dalam mengerek suku bunga acuan. Awalnya pelaku pasar memperkirakan pada akhir tahun ini Federal Funds Rate bisa mencapai 2,75-3%.
Akan tetapi, mengutip CME FedWatch, pasar kini memperkirakan Federal Funds Rate berada di 2,5-2,75% pada akhir 2022. Kemungkinannya adalah 57,2%.
 Sumber: CME FedWatch |
Perkembangan ini membuat investor di pasar keuangan, terutama di negara-negara berkembang, bisa sedikit bernafas lega. Masih ada ruang bagi pasar keuangan negara-negara berkembang untuk lebih atraktif, sehingga arus modal kembali masuk. Ini menjadi bekal bagi penguatan IHSG dan rupiah.
Halaman Selanjutnya --> Di Pasar Becek, Harga Sembako Mahal
Namun saat pasar keuangan berpesta, tidak dengan pasar becek alias pasar riil. Tekanan inflasi begitu terasa, harga kebutuhan pokok melambung.
Berdasarkan catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga rata-rata daging ayam ras di pasar tradisional per 27 Mei adalah Rp 38.550/kg. Ini adalah yang tertinggi sejak 17 Mei.
Kemudian harga cabai merah keriting ada di Rp 52.550/kg. Ini adalah rekor tertinggi sejak 6 Mei.
Dampak perang Rusia-Ukraina sudah sampai ke Indonesia. Perang (dan embargo) membuat harga sejumlah komoditas melonjak.
Jagung, misalnya. Pada penutupan kemarin, harga jagung di Chicago Board of Trade tercatat US$ 1,65/bushel. Sejak akhir 2021 (year-to-date), harga komoditas ini melonjak hapir 29% secara point-to-point.
Lonjakan harga jagung terjadi karena konflik Rusia-Ukraina. Ya, kedua negara ini masuk daftar 10 produsen utama jagung dunia. Perang membuat pasokan dari Rusia dan Ukraina seret sehingga wajar harga naik.
Nah, jagung adalah bahan baku utama dalam pembuatan pakan ternak. Harga jagung naik, pakan naik, tidak heran harga daging ayam naik.
Selain itu, Rusia juga merupakan negara produsen pupuk utama. Pada 2019, produksi pupuk NPK Negeri Beruang Merah mencapai 8,7 juta metrik ton. Rusia menduduki peringkat pertama.
Indonesia masih mengimpor pupuk dari luar negeri, dan Rusia menjadi salah satu nega pemasok utama. Pada 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan volume impor pupuk dari Rusia adalah 743,3 ribu ton. Rusia menempati peringkat ketiga setelah China dan Kanada.
So ketika pasokan pupuk dunia berkurang, harga pasti naik. Harga pupuk naik, jangan heran harga cabai makin mahal.
TIM RISET CNBC INDONESIA