Geger Jokowi Larang Ekspor CPO, Beneran Bikin Migor Turun?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah diminta segera mengevaluasi kebijakan penutupan keran ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil) dan turunannya. Pelarangan itu berlaku mulai Kamis, 28 April 2022 hingga waktu ditentukan kemudian.
Pelarangan ini dinilai menjadi kontrapoduktif, tak juga menekan harga minyak goreng di pasar konsumen. Juga, mengganggu potensi penghasilan petani kelapa sawit akibat turunnya harga tandan buah segar (TBS).
Belum lagi, negara harus mengorbankan peluang mendapat pemasukan atau devisa yang seharusnya bisa lebih besar. Ekspor CPO dan turunannya menjadi salah satu pengisi pundi-pundi andalan negara.
"Sesuai Permendag 22/2022 dimana pemerintah akan mengevaluasi kebijakan larangan ekspor tersebut, sudah saatnya dievaluasi," kata Founder dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/5/2022).
Permendag 22/2022 adalah regulasi teknis yang diterbitkan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada Rabu, 27 April 2022.
Pada lampiran Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 22/2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil tercantum, 12 kode HS (pos tarif) yang dikenai pelarangan ekspor sementara. Yang diantaranya termasuk pada 3 kode HS 4 digit berikut 15.11, 15.18, 23.06.
Yaitu CPO, RBD Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil. Termasuk bungkil dan residu padat lainnya selain pos 23.04 atau 23.05. Serta, residu endapan hasil ekstraksi minyak sawit yang pada suhu ruang berbentuk/berfase padat atau semi padat yang memiliki kandungan asam lemak bebas sebagai asam palmitat kurang dari atau 20%.
"Larangan sementara ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga atas pengeluaran dari KPBPB untuk tujuan ke luar daerah pabean," seperti ditetapkan pada pasal 3 ayat (2) Permendag No 22/2022.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dimaksud Permendag tersebut terdiri dari Batam, Bintan, Karimun, dan Sabang.
Mengenai sanksi, tidak tegas disebutkan meski pada pasal 5 dipaparkan bahwa pelarangan akan dievaluasi sewaktu-waktu diperlukan melalui rapat koordinasi tingkat Kemenko Perekonomian.
"Eksportir yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi pasal 4.
"Pelaksanaan larangan sementara Eekspor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dievaluasi secara periodik setiap bulan atau sewaktu-waktu dalam hal diperlukan," begitu bunyi pasal 5.
(dce/dce)