
Barang-barang Makin Mahal, Masih Pada Mau Belanja...?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga barang-barang diperkirakan masih bergerak naik bulan ini. Kenaikan didorong oleh meningkatnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kenaikan harga Pertamax, tingginya harga komoditas pangan dan energi di tingkat global, serta datangnya bulan Ramadan. Kenaikan barang-barang ini dikhawatirkan bisa mengganggu daya beli masyarakat dan mengancam pemulihan ekonomi Indonesia.
Roy Mandey, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), mengatakan pemerintah memang tidak menaikkan PPN untuk sembako seperti beras dan gula. Namun, barang-barang olahan pabrik seperti minyak goreng tetap akan terimbas kenaikan PPN dari 10% menjadi 11%.
Roy Mandey memperkirakan kenaikan PPN akan berimbas pada 30.000 barang yang ada di ritel. Juga, membuat masyarakat akan menahan pengeluarannya untuk belanja.
"Otomatis akan ada penahanan belanja. Ini kan pandeminya belum selesai sehingga masih ada lapisan masyarakat yang menahan belanja. Kalaupun belanja, market size nya tidak akan setinggi sebelum pandemi," tutur Roy Mande, dalam acara Power Lunch CNBC TV, Jumat (1/4/2023).
Roy mengingatkan perang Rusia-Ukraina dan kenaikan harga pangan dan energi di tingkat global juga membuat sebagian masyarakat akan khawatir. Mereka kemungkinan akan memilih saving daripada belanja.
"Ada kekhawatiran sehingga konsumsi bisa tertekan padahal konsumsi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
Roy menambahkan kenaikan PPN menjelang Ramadan tidak tepat karena bisa mengganggu laju konsumsi Lebaran yang biasanya sangat tinggi. Sebagai catatan, konsumsi biasanya akan melambung selama periode Lebaran karena tingginya permintaan barang dan jasa. Konsumsi juga menjadi pengungkit utama pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan kontribusi sebesar 56%.
"Memang setelah Lebaran masih ada peningkatan belanja di akhir tahun tapi hanya 40-50% dari belanja selama Lebaran," ujar Roy.
Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan kenaikan harga barang akan berpengaruh kepada masyarakat bawah. Karena itulah, pemerintah diharapkan bisa mempercepat realisasi bantuan sosial untuk menjadi buffer bagi kenaikan harga-harga.
"Daya beli masyarakat pasti terpengaruh jadi kalau pemerintah kasih subsidi yang berlanjut ke masyarakat bawah, ini akan menolong. (Bansos)Tinggal diberikan dengan front load, ini menjaga daya beli masyarakat," tutur Andry, kepada CNBC Indonesia.
Sebagai informasi, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 414 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional di mana Rp 154,8 triliun akan dimanfaatkan untuk perlindungan masyarakat. Anggaran perlindungan masyarakat di antaranya dipakai untuk pemberian bansos tunai kepada 10 juta Kepala Penerima Manfaat (KPM) masing-masing sebesar Rp 200.000 selama 6 bulan.
Andry menambahkan pemerintah mungkin akan mempertahankan harga Pertalite dan Premium. Langkah tersebut diambil untuk menahan semakin melonjaknya inflasi dan dampaknya terhadap pemulihan ekonomi domestik.
"Penyesuaian harga BBM akan memberi second-round effect ke harga barang-barang lain," ujar Andry dalam Macro Brief Bank Mandiri.
Andry menjelaskan kenaikan harga komoditas membuat penerimaan negara membaik sehingga pemerintah bisa memanfaatkannya untuk menambah bansos.
Pemerintah juga bisa mengalihkan belanja lain ke belanja subsidi sehingga dampak kenaikan harga-harga bisa dimitigasi lebih baik.