Pantas Jokowi, Xi Jinping, Macron Pusing! Dunia Makin 'Panas'

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 March 2022 11:30
Pengarahan Presiden RI Jokowi Tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, 25 Maret 2022. (Tangkapan Layar Youtube)
Foto: Pengarahan Presiden RI Jokowi Tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, 25 Maret 2022. (Tangkapan Layar Youtube)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan para pemimpin dunia sedang pusing tujuh keliling. Berbagai masalah menerpa pada 2022, sebuah tantangan besar hadir saat Indonesia memegang presidensi G20.

Jokowi mengaku menerima panggilan telepon dari sejumlah pimpinan dunia. Mulai dari Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden China Xi Jinping, hingga Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau.

"Sebelumnya Kanselir Jerman telepon, semuanya sama. Bingung menyelesaikan persoalan yang kita alami bersama," tegas Jokowi.

Jokowi menjadi tempat 'curhat' para pemimpin dunia. Maklum, tahun ini Indonesia memegang posisi keketuaan di G20. Jadi setiap kebijakan di organisasi negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut harus melalui restu Indonesia.

Saat Indonesia menjadi bos G20, kebetulan situasi sedang 'panas'. Berbagai masalah menerpa dunia, dan pengaruhnya luar biasa.

Halaman Selanjutnya --> Covid-19 Belum Berakhir

Pertama, pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) belum usai. Meski kasus positif harian di berbagai negara sudah melandai, tetapi masih ada yang menanjak.

Misalnya di China. Sejak 12 Maret 2022, kasus positif harian Covid-19 di Negeri Tirai Bambu selalu dalam hitungan ribu.

Sepanjang bulan ini hingga 23 Maret, rata-rata kasus positif harian Covid-19 di China adalah 1.293,87 orang per hari. Meroket 969,67% dibandingkan rata-rata Februari 2022.

China adalah negara yang menerapkan kebijakan tanpa toleransi (zero tolerance) terhadap Covid-19. Begitu ada kluster penyebaran, kebijakan yang ditempuh adalah karantina wilayah alias lockdown.

Terbaru, Kota Tangshan di Provinsi Hebei menjadi 'korban' lockdown. Warga dilarang keluar rumah kecuali untuk kepentingan yang mendesak.

Padahal Tangshan 'hanya' mencatat 15 kasus transmisi lokal sepanjang 19-22 Maret 2022. Namun karena kebijakan zero tolerance, lockdown diberlakukan.

Tangshan adaah kota industri dengan baja sebagai produk utama. Pada 2021, produksi baja Tangshan mencapai 131,11 juta ton atau 13% dari total produksi China. Produksi baja di Tangshan bahkan mengalahkan satu negara yaitu India dengan capaian 118 juta ton.

Itu baru satu kota. Kalau lebih banyak lagi daerah yang harus lockdown, maka 'roda' ekonomi China tentu akan seret, tidak bisa berputar kencang.

Padahal China adalah negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, nomor satu di Asia. Jika ekonomi China melambat, maka dampaknya akan sangat dirasakan oleh seluruh negara, termasuk Indonesia.

Halaman Selanjutnya --> Perang Bikin Ekonomi 'Meriang'

Masalah pelik kedua adalah perang Rusia-Ukraina. Serangan Rusia ke Ukraina sudah berlangsung selama sebulan.

Hingga 22 Maret 2022, perang itu sudah membuat nyawa 977 orang melayang. Dari jumlah tersebut, 81 di antaranya adalah anak-anak.

Dampak perang Ukraina juga dirasakan di aspek ekonomi, terutama di pasar komoditas. Harga berbagai komoditas melambung tinggi karena Rusia dan Ukraina adalah negara produsen sejumlah komoditas utama.

Di sisi energi, Rusia adalah pemain utama di sektor migas. Produksi minyak Rusia adalah nomor tiga dunia, hanya kalah dari Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi.

Perang membuat produksi dan distribusi minyak Rusia terhambat. Belum lagi ada negara seperti AS yang memboikot minyak dari Negeri Beruang Merah. Hasilnya, pasokan minyak di pasar global seret.

Keketatan pasokan membuat harga minyak melonjak. Dalam sebulan sebulan terakhir, harga si emas hitam naik tidak kurang dari 20%.

Saat harga minyak mahal, harga produk turunannya tentu mengikuti. Bahan Bakar Minyak (BBM) naik harga sehingga menyebabkan tekanan inflasi di seluruh dunia.

Di AS, harga BBM akhir pekan lalu menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa yaitu US$ 4,331/galon. Pekan ini, harga mulai turun tetapi masih di kisaran US$ 4,2/galon.

Untuk gas alam, Rusia juga memegang peran penting di pasar global. Pada 2020, produksi gas alam Rusia adalah 693,4 miliar meter kubik. Nomor dua dunia, hanya kalah dari AS.

Seperti minyak, harga gas pun membumbung tinggi. Pada awal bulan ini, harga gas Eropa sempat menyentuh EUR 215,5/MWh. Ini adalah rekor tertinggi setidaknya sejak 2005.

Tidak hanya energi, harga komoditas pangan pun melambung. Salah satu penyebabnya adalah kenaikan harga pupuk. Maklum, bahan baku utama pupuk adalah gas yang harganya sedang meroket.

Perang juga membuat produksi dan distribusi komoditas pangan terganggu. Gandum menjadi contohnya.

Rusia dan Ukraina adalah produsen gandum utama dunia, keduanya berada di peringkat 10 besar. Perang tentu akan mengganggu produksi dan distribusi gandum. Belum lagi ada sanksi terhadap ekspor Rusia, situasi menjadi semakin runyam.

"(Harga minyak) naik dua kali lipat, artinya 100% naik. Gas naik, harga pangan naik, kelangkaan harga pangan naik, termasuk yang terseret kedelai misalnya, harga gandum," singgung Jokowi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular