
Pantas Jokowi, Xi Jinping, Macron Pusing! Dunia Makin 'Panas'

Masalah pelik kedua adalah perang Rusia-Ukraina. Serangan Rusia ke Ukraina sudah berlangsung selama sebulan.
Hingga 22 Maret 2022, perang itu sudah membuat nyawa 977 orang melayang. Dari jumlah tersebut, 81 di antaranya adalah anak-anak.
Dampak perang Ukraina juga dirasakan di aspek ekonomi, terutama di pasar komoditas. Harga berbagai komoditas melambung tinggi karena Rusia dan Ukraina adalah negara produsen sejumlah komoditas utama.
Di sisi energi, Rusia adalah pemain utama di sektor migas. Produksi minyak Rusia adalah nomor tiga dunia, hanya kalah dari Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi.
Perang membuat produksi dan distribusi minyak Rusia terhambat. Belum lagi ada negara seperti AS yang memboikot minyak dari Negeri Beruang Merah. Hasilnya, pasokan minyak di pasar global seret.
Keketatan pasokan membuat harga minyak melonjak. Dalam sebulan sebulan terakhir, harga si emas hitam naik tidak kurang dari 20%.
Saat harga minyak mahal, harga produk turunannya tentu mengikuti. Bahan Bakar Minyak (BBM) naik harga sehingga menyebabkan tekanan inflasi di seluruh dunia.
Di AS, harga BBM akhir pekan lalu menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa yaitu US$ 4,331/galon. Pekan ini, harga mulai turun tetapi masih di kisaran US$ 4,2/galon.
Untuk gas alam, Rusia juga memegang peran penting di pasar global. Pada 2020, produksi gas alam Rusia adalah 693,4 miliar meter kubik. Nomor dua dunia, hanya kalah dari AS.
Seperti minyak, harga gas pun membumbung tinggi. Pada awal bulan ini, harga gas Eropa sempat menyentuh EUR 215,5/MWh. Ini adalah rekor tertinggi setidaknya sejak 2005.
Tidak hanya energi, harga komoditas pangan pun melambung. Salah satu penyebabnya adalah kenaikan harga pupuk. Maklum, bahan baku utama pupuk adalah gas yang harganya sedang meroket.
Perang juga membuat produksi dan distribusi komoditas pangan terganggu. Gandum menjadi contohnya.
Rusia dan Ukraina adalah produsen gandum utama dunia, keduanya berada di peringkat 10 besar. Perang tentu akan mengganggu produksi dan distribusi gandum. Belum lagi ada sanksi terhadap ekspor Rusia, situasi menjadi semakin runyam.
"(Harga minyak) naik dua kali lipat, artinya 100% naik. Gas naik, harga pangan naik, kelangkaan harga pangan naik, termasuk yang terseret kedelai misalnya, harga gandum," singgung Jokowi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)