
Mau Ekspor Minyak Sawit? Siap-siap Bayar US$375 per Ton

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menaikkan pungutan ekspor (PE) untuk ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan turunannya. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kenaikan besaran tarif PE akan menjadi disinsentif bagi ekspor CPO dan turunannya.
Dengan demikian, kata Airlangga, pasokan CPO untuk kebutuhan industri dalam negeri bisa lebih banyak. Sehingga, bisa produksi minyak goreng di Tanah Air bisa lebih terjamin.
Airlangga menjelaskan, hasil olah kebijakan baru, dengan membandingkan harga CPO pada 14 Maret harga US$1.867 per ton, dengan bea keluar US$200 dan pungutan ekspor karena dikunci di atas US$1.000 maka US$175 dan biaya logistik US$30. Sehingga FOB Indonesia itu US$1.462 per ton.
"Dengan PMK baru, harga CPO turun ke US$1.503, bea keluarnya tetap US$200, pungutan ekspornya adalah US$375, biaya logistik US$30, sehingga FOB Indonesia itu turun menjadi US$898 per ton. Artinya, dengan pergerakan PE ini disparitas harga ekspor diterima produsen itu mirip dengan harga di dalam negeri. Sehingga, disinsentif untuk ekspor sehingga mendorong produksi diserap di dalam negeri," kata Airlangga di Jakarta, Jumat (18/3/2022).
Airlangga menambahkan, harga CPO tampak bergerak merespons kebijakan di Indonesia.
"Saat kebijakan DMO diumumkan harga naik, saat perang juga naik. Kemudian saat diterapkan (DMO) 30% juga naik. Tapi, begitu kita umumkan kebijakan kemarin (melepas harga minyak goreng ke mekanisme pasar) harga langsung turun. Ini respons pasar terhadap kebijakan diambil, kebijakan pada track yang benar," ujarnya.
Airlangga menuturkan, meski sudah ada ekspor yang memang sudah kontrak, dan ada potensi kenaikan demand, pihaknya akan tetap mengutamakan kebutuhan di dalam negeri.
"Kita mau mem-balance kepentingan di dalam negeri dulu. Kalau suplai banyak, tentu akan sangat berpengaruh ke harga. Kalau ekses baru dieskpor," kata dia.
Belum lagi, imbuhnya, disinsentif ekspor semakin bertambah akibat lonjakan biaya kargo.
"Yang tadinya ongkos kontainer 40 feet ke Amerika, ke Turki itu US$3.000, sekarang loncat ke US$20.000. Ini juga yang mempengaruhi harga komoditas naik," kata Airlangga.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 23/PMK.05/2022 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan No 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.
PMK yang mengatur tarif PE BPDPKS ini ditetapkan di Jakarta, 17 Maret 2022 dan mulai berlaku pada tanggal 18 Maret 2022.
Mengutip lembar Lampiran Tarif Pungutan Dana Perkebunan atas Ekspor Kelapa Sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan Produk Turunannya, besaran tarif PE naik progresif untuk setiap kenaikan US$50 per ton. Dengan batas bawah di bawah US$750 per ton dan maksimal di atas US$1.500 per ton
Yang membedakan PMK ini dengan PMK sebelumnya adalah, tarif pada PMK lama maksimal sampai harga di atas US$1.000 per ton dikenakan flat.
Misalnya, untuk CPO, untuk harga di bawah US$750 per ton, tarif PE yang dikenakan adalah US$55 per ton.
Pada PMK NO 23/2022 atau PMK pungutan ekspor baru, besaran pungutan naik US$20 per ton untuk setiap kenaikan harga CPO US$50 per ton. Sehingga, ketika harga CPO di atas US$1.500 per ton, pungutan ekspor dikenakan US$375.
Jika mengacu PMK lama, saat harga CPO di bawah US$750 per ton, tarif pungutan dikenakan US$55 per ton. Untuk setiap kenaikan harga CPO US$50 per ton, besaran tarif naik US$20 per ton dan maksimal US$175 per ton untuk CPO dengan harga di atas US$1.000 per ton.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jarang-Jarang Harga Minyak Goreng Ngamuk, Ini Sebabnya
