Tenang Pak Jokowi, AS Tak Sampai Bikin RI Guncang Kali Ini

MAIKEL JEFRIANDO, CNBC Indonesia
Rabu, 12/01/2022 11:50 WIB
Foto: Pernyataan Presiden Jokowi tentang Vaksinasi Dosis Ketiga, Istana Merdeka, Selasa (11/1/2022). (Tangkapan layar youtube Setpres RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tapering di Amerika Serikat (AS) menjadi momok menakutkan bagi banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Beberapa kali Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut itu sebagai ancaman. Mengingat situasi 2013, di mana pasar keuangan tanah air sempat dibuat guncang.

Agus Basuki Yanuar, Presiden Direktur Samuel Asset Management cukup yakin situasi tanrum pada 2013 tidak akan terulang. Banyak faktor yang cukup menguntungkan Indonesia. Sekalipun suku bunga acuan AS akan naik lebih cepat dari yang diperkirakan.


"Dampak tapering dan kenaikan suku bunga acuan ke Indonesia itu lebih minimal," ungkapnya dalam acara Squawkbox CNBC Indonesia TV, Rabu (12/1/2022)

Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (the Fed) mengindikasikan akan agresif menormalisasi kebijakan moneter di tahun ini. Bahkan Gubernur the Fed Jerome Powell ini juga memproyeksikan kenaikan suku bunga sebanyak 3 kali pada 2022.

Atas kebijakan tersebut, biasanya pemilik modal menarik dana dari negara berkembang seperti Indonesia untuk dibawa balik ke AS. Hanya saja sekarang porsi kepemilikan asing, khususnya di pasar surat berharga negara (SBN) semakin menipis.

Data terakhir menunjukkan porsi asing berkisar di level 19%, jauh dari posisi 2013 yang mencapai 30%. Asing yang tersisa juga kebanyakan adalah bank sentral negara lain, di mana menempatkan uang dalam jangka panjang.

"Makanya dampak arus keluarnya itu sangat kecil," imbuhnya.

Pada sisi lain, Indonesia juga lagi manis-manisnya di mata investor. Mengacu pada fakta pengendalian kasus covid-19, akselerasi vaksinasi dan pemulihan ekonomi yang terus berlangsung. Lonjakan harga komoditas Internasional juga membantu peningkatan ekspor dan neraca pembayaran Indonesia.

Inflasi juga tidak menjadi persoalan serius. Selain levelnya yang masih di bawah 2%, Indonesia sebagai produsen komoditas cukup diuntungkan dalam pengendalian inflasi. Bahkan dengan adanya sederet kebijakan pemerintah seperti pajak dan cukai serta tarif listrik, inflasi diperkirakan akan bergerak di 3% sampai akhir tahun.

"Jadi Indonesia itu kini sangat menarik. Apalagi investasi di China lebih berisiko, sehingga bobot emerging market seperti Indonesia dinaikkan," jelas Agus.

Dengan demikian nilai tukar rupiah diramal akan bergerak stabil terhadap dolar AS. Bila sekarang berada di level Rp 14.300 per dolar AS, Agus memperkirakan pelemahan akan sampai di titik Rp 14.500 per dolar AS.

"Kebijakan pemerintah pro pasar itu juga sangat menarik," pungkasnya.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Gelombang Panas di Beijing, Pemerintah Keluarkan Peringatan