Amankan Rupiah, Dua Ancaman Besar Ini Masuk Radar BI!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
30 August 2021 15:15
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo Saat Konfrensi Pers Mengenai Pemerintah & Bank Indonesia Perkuat Kerja Sama dlm Pembiayaan Sektor Kesehatan & Kemanusiaan (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)
Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo Saat Konfrensi Pers Mengenai Pemerintah & Bank Indonesia Perkuat Kerja Sama dlm Pembiayaan Sektor Kesehatan & Kemanusiaan (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan pihaknya melihat bahwa pertumbuhan ekonomi global terus membaik, namun ketidakpastian pasar keuangan sedikit menurun.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, tahun ini diproyeksikan pertumbuhan ekonomi global berada pada rentang 5,8% dan tahun depan diperkirakan tumbuh 4,3%.

"Hal tersebut didorong karena ekonomi di Amerika Serikat dan Tiongkok cukup kuat. Pasar keuangan stabil, ketidakpastian pasar keuangan sedikit menurun. Dua risiko tersebut yang selalu kami pantau di global," jelas Perry saat melakukan rapat dengan Komisi XI DPR, Senin (30/8/2021).

Di samping itu juga, kata Perry perkembangan varian delta mempengaruhi pola ekonomi global. Divergensi global harus dilihat terutama dampaknya terhadap kinerja ekspor tanah air.

"Risiko itu perlu diantisipasi, risiko timing dan besarnya perubahan moneter di Amerika Serikat (AS)," kata Perry melanjutkan.

Seperti diketahui, Ketua Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (Fed), Jerome Powell mengungkapkan akan mulai melakukan pemotongan jumlah pembelian obligasi yang dibeli setiap bulan sebelum akhir tahun, ini dilakukan selama kemajuan ekonomi terus berlanjut.

Berdasarkan penuturan pejabat bank sentral AS, tapering kemungkinan akan segera diumumkan setelah pertemuan the Fed pada 21-22 September mendatang.

Oleh karena itu, BI sebagai penjaga moneter tanah air akan terus memantau kondisi pasar keuangan di dalam negeri.

"Reaksi pasar juga pemahamannya semakin baik dan itu harus kita antisipasi dan perubahannya dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan pasar SBN, juga memulihkan ekonomi nasional," tuturnya.

Kendati demikian, saat ini kondisi neraca pembayaran secara fundamental telah mendukung stabilitas nilai tukar dan koordinasi antara Kementerian Keuangan dan BI untuk menjaga yield SBN cukup aktif.

Sementara secara teknikal nilai tukar rupiah masih dipengaruhi oleh reaksi pasar terhadap rencana The Fed untuk melakukan tapering.

"Kami terus melakukan langkah-langkah untuk memastikan stabilisasi nilai tukar rupiah, kalau diperlukan dengan intervensi pasar," tuturnya.

Sejauh ini, pergerakan nilai tukar rupiah, kata Perry sudah sesuai mekanisme pasar dan BI tidak perlu melakukan intervensi. Kecuali saat periode pasar mendapatkan tekanan pada awal tahun atau tepatnya pada Februari 2021 akibat adanya kenaikan penularan virus corona varian delta dan kenaikan US Treasury.

"Keseluruhan tahun ini, rata-rata nilai tukar rupiah pada kisaran Rp 14.200 sampai Rp 14.600 per dollar Amerika Serikat untuk 2021 dan tahun depan rata-rata Rp 14.200 sampai Rp 14.600 (per US$ 1)," jelas Perry.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Oh Ternyata Ini yang Bikin Orang Antre Tukar Uang Kertas Baru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular