Proyeksi 2022

2022 Sudah Dimulai, Beneran Siap Ngegas? Awas Lubang!

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
03 January 2022 07:15
Infografis/ 10 Langkah biar keuangan tetap bertahan di  Kala Resesi/Aristya Rahadian
Foto: Infografis/ 10 Langkah biar keuangan tetap bertahan di Kala Resesi

Jakarta, CNBC Indonesia - 2022 baru saja dimulai. Rasa optimisme terhadap pemulihan kesehatan dan ekonomi hadir tapi dengan sedikit keraguan.

Optimis benar adanya. Dilihat dari kondisi kasus covid-19 yang melandai dan ekonomi yang mulai bergairah. Realisasi penerimaan negara yang mencapai target juga bisa menjadi bukti akan pemulihan tersebut.

Tapi di sisi lain ada sedikit keraguan, seiring munculnya varian covid-19 bernama omicron yang kini menggila di banyak negara. Indonesia sendiri sudah kebobolan omicron, jumlahnya meningkat berkali-kali lipat dalam beberapa hari.

Ekonomi Diproyeksi Tumbuh 5,2%

Pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi bisa kembali ke level 5% yakni tembus 5,2% pada APBN 2022. Pertumbuhan yang optimis ini ditetapkan setelah mempertimbangkan potensi dan risiko yang berasa dari sisi eksternal dan internal termasuk pandemi Covid-19.

Dari sisi eksternal antara lain berasal dari kondisi ekonomi global pasca pandemi Covid-19 yang juga diperkirakan akan kembali pulih. Kemudian juga dari sisi ketegangan geopolitik dan fluktuasi harga komoditas.

Dari sisi domestik terutama disebabkan oleh keyakinan daya beli masyarakat akan kembali membaik karena aktivitas ekonomi sudah kembali berjalan dan bahkan lebih baik dari tahun 2020 dan juga awal tahun 2021. Selain itu, karena program vaksinasi yang terus berjalan dan semakin luas mencakup masyarakat.

Kemudian, untuk sisi virus Covid-19, keyakinan hadir karena penanganan yang baik varian delta yang terjadi pada akhir Juni hingga awal Agustus. Dimana, Indonesia merupakan salah satu negara yang bisa mengendalikan kasus delta yang awalnya mencapai 50 ribu kasus per hari menjadi hanya ratusan kasus per hari.

Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak berarti pemerintah melonggarkan kewaspadaan. Sebab, virus Covid-19 masih menjadi faktor utama penentu pemulihan perekonomian di tahun 2022.

Apalagi, saat ini ada mutasi baru virus ini yakni Omicron yang telah melonjak dan menjadi gelombang baru di negara Eropa. Ini sangat diwaspadai agar tidak menjadi gelombang baru di Indonesia apalagi belum diketahui secara detail bagaimana dampak virus ini.

"Kita hadapi delta yang beri tekanan ke ekonomi dan sekarang ada varian baru omicron yang masih kita tidak ketahui bagaimana ini berdampak, apakah sama serius dan merusak dari delta atau lebih ringan dari delta. Kuncinya kita harus waspada dan pertahankan pengendalian Covid-19 sehingga kegiatan bisa kembali normal," ujarnya saat hadir dalam webinar Bank Dunia.

Sementara itu, dari sisi inflasi diperkirakan akan tetap terjaga dan terkendali di level 3%. Asumsi yang cukup moderat, mengingat realisasi pada 2021 diperkirakan tidak lebih dari 2%.

Pada 2022, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang mampu memicu inflasi, seperti kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN), cukai hasil tembakau, juga penyesuaian tarif listrik dan elpiji non subsidi.

Cuaca buruk juga diperkirakan bisa mendorong kenaikan harga bahan pangan.

"Jadi meskipun ada tambahan inflasi tapi masih ada ruang menuju asumsi," ungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada akhir pekan lalu. Airlangga juga memastikan kebijakan yang dikeluarkan tidak akan mengganggu daya beli masyarakat.

Pemerintah diharapkan tetap waspada akan munculnya risiko baru dari masalah inflasi ini, agar pemulihan perekonomian sebanding dengan kenaikan inflasi. Sebab, jika pemulihan ekonomi tidak sekuat dengan kenaikan inflasi maka akan memunculkan respon dari kebijakan moneter.

Hal ini telah terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat yang inflasinya mencapai 6,2% atau tertinggi sejak 1990. Kondisi ini membuat Bank Sentralnya yakni The Fed harus melakukan tapering atau pengurangan likuiditas.

Tak hanya AS, beberapa negara lainnya juga mengalami kenaikan inflasi hingga level tertingginya sehingga kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga menjadi tak terhindarkan. Risiko ini yang sangat diwaspadai di dalam negeri.

Namun, melihat kondisi saat ini pemulihan yang terjadi dan inflasi yang juga terkendali. Pemerintah yakin di tahun depan pemulihan ekonomi akan sejalan dengan inflasi.

Optimisme pemulihan ekonomi pada tahun depan juga didukung oleh kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mencatatkan surplus pada kuartal III-2021 sebesar US$ 10,7 miliar. Ini menandakan bahwa transaksi berjalan alias current account tidak lagi defisit untuk saat itu.

Meski demikian, di akhir tahun tepatnya kuartal IV transaksi berjalan diperkirakan masih akan mengalami defisit. Namun setidaknya lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

Kinerja transaksi berjalan terutama dikontribusikan oleh surplus neraca barang yang makin meningkat, didukung oleh kenaikan ekspor non-migas sejalan dengan masih kuatnya permintaan dari negara mitra dagang dan berlanjutnya kenaikan harga komoditas ekspor utama di pasar internasional.

Kinerja ekspor ini juga tercermin ke perbaikan perekonomian di akhir tahun ini terutama dari sisi penerimaan negara. Bahkan penerimaan negara pada tahun ini diperkirakan bisa mencapai target 100%.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Desember 2021 menyebutkan, meski defisit namun CAD akan tetap terjaga rendah dibandingkan sebelumnya.

"Transaksi berjalan diperkirakan akan tetap rendah dalam kisaran defisit 1,1% - 1,9% dari PDB pada 2022, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal Indonesia," pungkasnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular