
2022 Sudah Dimulai, Beneran Siap Ngegas? Awas Lubang!

Sementara itu, dari sisi inflasi diperkirakan akan tetap terjaga dan terkendali di level 3%. Asumsi yang cukup moderat, mengingat realisasi pada 2021 diperkirakan tidak lebih dari 2%.
Pada 2022, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang mampu memicu inflasi, seperti kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN), cukai hasil tembakau, juga penyesuaian tarif listrik dan elpiji non subsidi.
Cuaca buruk juga diperkirakan bisa mendorong kenaikan harga bahan pangan.
"Jadi meskipun ada tambahan inflasi tapi masih ada ruang menuju asumsi," ungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada akhir pekan lalu. Airlangga juga memastikan kebijakan yang dikeluarkan tidak akan mengganggu daya beli masyarakat.
Pemerintah diharapkan tetap waspada akan munculnya risiko baru dari masalah inflasi ini, agar pemulihan perekonomian sebanding dengan kenaikan inflasi. Sebab, jika pemulihan ekonomi tidak sekuat dengan kenaikan inflasi maka akan memunculkan respon dari kebijakan moneter.
Hal ini telah terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat yang inflasinya mencapai 6,2% atau tertinggi sejak 1990. Kondisi ini membuat Bank Sentralnya yakni The Fed harus melakukan tapering atau pengurangan likuiditas.
Tak hanya AS, beberapa negara lainnya juga mengalami kenaikan inflasi hingga level tertingginya sehingga kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga menjadi tak terhindarkan. Risiko ini yang sangat diwaspadai di dalam negeri.
Namun, melihat kondisi saat ini pemulihan yang terjadi dan inflasi yang juga terkendali. Pemerintah yakin di tahun depan pemulihan ekonomi akan sejalan dengan inflasi.