Internasional

Bukan China atau Rusia, 'Musuh dalam Selimut' Teror AS

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
01 January 2022 12:10
Whole Foods Market
Foto: CNBC

Jakarta, CNBC Indonesia - Para ekonom memperingatkan akan terjadi "ketidaksetaraan" inflasi pada 2022. Ini terjadi akibat rumah tangga miskin menanggung beban kenaikan harga sepanjang era pandemi virus corona.

Di Amerika Serikat (AS) misalnya, tercatat harga makanan naik 6,4% selama setahun terakhir, sementara bensin melonjak 58%. Kini banyak orang menghadapi harga yang lebih tinggi karena program stimulus federal pemerintah Joe Biden akan dihentikan.

"Mereka pada dasarnya mencari untuk meregangkan satu dolar hampir setiap hari," kata salah satu Direktur Pusat Kebijakan Kemiskinan & Sosial di Universitas Columbia, Chris Wimer, dikutip dari CNBC International, dikutip Sabtu (1/1/2022).

"Ini akan mengarah pada pilihan sulit antara memasukkan bensin ke dalam mobil atau membayar penitipan anak anak-anak Anda atau meletakkan makanan di atas meja," tambahnya.

Analisis terbaru oleh "Model Anggaran Penn Wharton" menemukan bahwa rumah tangga berpenghasilan rendah dan menengah menghabiskan sekitar 7% lebih banyak pada tahun 2021. Ini jika dibandingkan produk yang sama, yang mereka beli pada tahun 2020 atau 2019.

Ini artinya mereka mengeluarkan sekitar US$ 3.500 atau setara Rp 49,8 juta (asumsi Rp 14.200/US$) untuk rata-rata rumah tangga. Sebaliknya, pengeluaran rumah tangga kaya hanya naik 6%.

Kent Smetters, profesor di University of Pennsylvania sekaligus pengguna Model Anggaran Penn Wharton mengatakan kesenjangan ini khas selama periode inflasi. Sejak tahun 1980-an, rumah tangga berpenghasilan lebih tinggi telah mengalihkan lebih banyak pengeluaran mereka dari barang dan ke jasa.

Misalnya, pada tahun 2020. Makanan adalah 12,7% dari anggaran untuk 5% rumah tangga teratas, dibandingkan dengan 16% dari anggaran untuk 20% rumah tangga rendah.

Sementara itu, gangguan produksi terkait pandemi telah mendorong kenaikan harga komoditas yang menjadi andalan rumah tangga miskin. Minimnya pasokan memukul kelompok ini.

"Apa yang mereka beli telah terpukul lebih keras oleh krisis pasokan. Ini berbasis lebih luas daripada di masa lalu," kata Smeters.

Temuan ini sesuai dengan analisis data kartu kredit dan debit oleh ekonom Harvard Business School Alberto Cavallo pada awal pandemi. Dia menunjukkan bahwa konsumen berpenghasilan rendah mengalami kenaikan harga yang kira-kira dua kali lipat dari yang lebih kaya.

Sebuah makalah bersama dari para peneliti di Columbia dan London School of Economics tahun 2009 memperkirakan bahwa sekitar 3 juta lebih orang akan memenuhi syarat untuk hidup dalam kemiskinan. Jika, pendapatan mereka disesuaikan dengan tingkat inflasi yang mereka alami.

Para ahli pun khawatir bahwa kemiskinan akan meningkat di AS pada awal 2022. Apalagi ketika tunjangan federal terkait pandemi dihapus dan paket pengeluaran sosial Presiden Biden stuck di Kongres.


(tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan China atau Rusia, Ini 'Musuh' Baru AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular