AS Ngamuk, Tetangga RI Ini Diancam Sanksi
Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) mengecam keras negara tetangga RI di ASEAN, Myanmar. Hal ini terjadi pasca pembantaian yang dilakukan kepada warga satu desa, di malam Natal (24/12/2021).
Negeri Presiden Joe Biden itu meminta embargo senjata ke Myanmar. Menargetkan orang tak bersalah dikatakan AS tak bisa diterima, kejam, dan harus dipertanggung jawaban.
"Masyarakat internasional harus berbuat lebih banyak," tegas Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken, dikutip AFP, Rabu (29/12/2021).
"Untuk mencegah terulangnya kekejaman di Myanmar, termasuk dengan mengakhiri penjualan senjata dan teknologi penggunaan ganda kepada militer."
Seruan sanksi bukan sekali ini diutarakan AS. Sebelumnya Paman Sam juga telah menghukum militer dengan membatasi pembelian senjata, akibat peristiwa pembantaian etnis minoritas Rohingya.
Diketahui setidaknya ada tiga negara yang menjadi pemasok utama senjata ke Myanmar. Yakni China, Rusia dan India.
Sebelumnya, media lokal Myanmar melaporkan junta membantai warga satu desa di kotapraja Hpruso, di negara bagan Kayah. Foto-foto bereda akhir pekan menunjukkan beberapa truk hangus terbakar dan sebuah mobil terpakir gosong dengan sisa-sisa tubuh di dalamnya.
Mengutip AFP, sedikitnya 35 warga sipil tewas. Mereka sebelumnya ditembaki oleh militer hingga tewas lalu jasadnya dibakar.
Para korban dikatakan merupakan pengungsi, terdiri dari wanita dan anak-anak. Di antara korban, ada pula dua anggota organisasi nirlaba, Save the Children.
Kecaman yang sama sebelumnya juga disampaikan PBB. Lembaga ini pun menuntut penyelidikan menyeluruh dan transparan.
"Saya mengutuk insiden menyedihkan ini dan semua serangan terhadap warga sipil di seluruh negeri," kata Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths dalam sebuah pernyataan, dikutip Selasa.
Sementara itu, Junta Myanmar mengatakan pasukannya telah diserang di Hpruso. Ini setelah militer berusaha menghentikan tujuh mobil yang mengemudi dengan "cara yang mencurigakan".
"Pasukan telah membunuh sejumlah orang dalam bentrokan berikutnya," kata Juru Bicara Zaw Min Tun.
(sef/sef)