RI Punya Harta Karun Top 6 Dunia, Tapi Cuma Jual Mentahnya!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
26 November 2021 18:40
Infografis, Daerah Penyimpanan Harta Karun RI
Foto: Infografis/Harta Karun RI/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - RI sangat kaya akan sumber daya alam pertambangan mineral, salah satunya komoditas bauksit. "Harta karun" ini merupakan terbesar keenam di dunia, yang mana komoditas ini bisa diolah menjadi alumina hingga produk aluminium.

Namun sayangnya, hilirisasi dari komoditas bauksit ini masih belum optimal. Sejauh ini bauksit belum dioptimalkan dalam bentuk hilir produk setengah jadi berupa alumina atau produk jadi berupa aluminium. Ini pula lah yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekecewaannya dan memerintahkan agar bauksit juga segera dilakukan hilirisasi, bahkan Presiden menyebut rencana pelarangan ekspor bauksit mulai 2022, lebih cepat dari aturan yang disebut dalam Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) di mana penjualan bijih bauksit atau konsentrat dibatasi paling lambat Juni 2023, tiga tahun setelah UU Minerba disahkan pada 10 Juni 2020 lalu.

Direktur Pembinaan Program Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sunindyo Suryo mengatakan, saat ini di Indonesia baru ada dua smelter bauksit yang beroperasi, yakni mengolah bauksit menjadi produk setenga jadi alumina.

Kapasitas input bijih bauksit untuk kedua smelter tersebut sebesar 4.564.000 ton per tahun. Menurutnya saat ini sedang dibangun 12 smelter bauksit yang mengolah bauksit menjadi alumina. Jika semuanya sudah tuntas dan beroperasi, maka kapasitas input bijih bauksit menurutnya bisa naik menjadi 35 juta ton per tahun.

"Terdapat 12 pabrik pemurnian alumina yang masih dalam tahap konstruksi dengan kapasitas input bijih bauksit mencapai lebih dari 35 juta ton per tahun," ungkapnya kepada CNBC Indonesia belum lama ini.

Bila itu terealisasi, maka menurutnya diperkirakan cadangan bijih bauksit Indonesia bisa cukup untuk 78 tahun. Namun ke depannya, pihaknya tetap terus mendorong eksplorasi, sehingga cadangan bauksit ini semakin meningkat dan semakin panjang umur cadangannya.

Peningkatan cadangan ini akan dilakukan melalui kegiatan eksplorasi dan verifikasi data dan sumber daya dan cadangan.

"Peningkatan kegiatan eksplorasi bijih bauksit diperlukan karena umur cadangannya berkisar 78 tahun pada laju konsumsi bijih kering sebesar 36,9 juta ton per tahun," lanjutnya.

Meski kaya raya cadangan bauksit, RI belum memanfaatkannya dengan maksimal. Nyatanya masih impor logam aluminium sebanyak 748 ribu ton setiap tahunnya.

Impor aluminium tidak perlu dilakukan jika RI membangun industri smelter untuk mengolah bauksit menjadi alumina hingga alumunium.

Alumina merupakan produk olahan dari smelter bauksit. Alumina ini merupakan bahan baku yang bisa diolah lagi menjadi aluminium.

Aluminium ini memiliki manfaat dan nilai tambah besar, bisa digunakan untuk bahan baku bangunan dan konstruksi, peralatan mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan, barang tahan lama, dan lainnya.

Bila Indonesia memiliki industri aluminium terintegrasi dari hulu atau tambang bauksit, lalu smelter alumina, dan smelter aluminium, maka bukan tak mungkin target penerimaan negara Rp 1.000 triliun dari sektor industri pertambangan bisa terwujud.

Sunindyo menyebut kebutuhan impor logam aluminium sebesar 748 ribu ton per tahun itu untuk memenuhi kebutuhan logam aluminium nasional yang diperkirakan mencapai sebesar 1 juta ton, sebagaimana data pada 2020.

Dia mengatakan, produksi aluminium PT Inalum (Persero) saat ini sebesar 250.000 ton per tahun, sehingga masih kurang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Kebutuhan nasional logam aluminium pada tahun 2020 mencapai 1 juta ton. Dengan kapasitas produksi PT Inalum saat ini sebesar 250.000 ton per tahun, terdapat kekurangan sekitar 748 ribu ton logam aluminium yang diimpor," ungkapnya.

Masih kurangnya pasokan logam aluminium di dalam negeri ini artinya Indonesia perlu kembali menambah smelter aluminium baru, sehingga permintaan logam aluminium di Tanah Air ini bisa sepenuhnya dipasok dari dalam negeri.

"Kebutuhan smelter baru dengan kapasitas 3 x 250 ribu ton aluminium per tahun memerlukan biaya investasi sekitar US$ 1-2 miliar," jelasnya.

Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) mengatur ekspor mineral yang belum dimurnikan seperti konsentrat dibatasi hanya tiga tahun sejak UU ini berlaku pada 10 Juni 2020.

Tiga tahun setelah UU Minerba ini diundangkan artinya pelarangan ekspor bahan mentah dan konsentrat mineral berlaku mulai 10 Juni 2023 mendatang.

Tapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar ekspor bauksit distop mulai 2022 mendatang, lebih cepat dari aturan di UU Minerba.

Tidak hanya bauksit, Presiden pun meminta kedepannya Indonesia berhenti mengekspor konsentrat tembaga, hingga timah, setelah sebelumnya Indonesia sukses menghentikan ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020 lalu.

Menurutnya, ini perlu dilakukan agar Indonesia tidak lagi menjual bahan mentah, melainkan harus bernilai tambah terlebih dahulu setelah melalui proses pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Dengan demikian, negara dan rakyat akan mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan hanya menjual bahan mentah.

"Tidak boleh lagi yang namanya ekspor bahan-bahan mentah, raw material, ini stop, udah stop, mulai dari nikel, mungkin tahun depan itung-itungan stop ekspor bauksit, tahun depannya lagi bisa stop tembaga, tahun depan lagi stop timah," tuturnya dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2021, Rabu (24/11/2021).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular