Ekspor Bauksit Disetop, Siap-Siap RI Ketiban Durian Runtuh!

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Kamis, 25/11/2021 17:23 WIB
Foto: Infografis/Intip Harta Karun Tambang RI Ini, Terbesar ke-2 di Dunia!/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tegas menginginkan RI mulai menghentikan ekspor bauksit pada 2022. Ini artinya, lebih cepat dari aturan di dalam Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) di mana aturan larangan ekspor bahan mineral yang belum melakukan proses pemurnian, termasuk bauksit, berlaku tiga tahun setelah UU Minerba diundangkan, yakni 10 Juni 2023.

Menurutnya, ini perlu dilakukan agar Indonesia tidak lagi menjual bahan mentah, melainkan harus bernilai tambah terlebih dahulu setelah melalui proses pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Dengan demikian, negara dan rakyat akan mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan hanya menjual bahan mentah.

Komoditas bauksit merupakan tambang yang bernilai tambah besar bila diolah menjadi barang setengah jadi seperti alumina dan juga produk jadi seperti logam aluminium. Logam aluminium bisa dijadikan sebagai komponen atau bahan baku bangunan dan konstruksi, peralatan mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan, barang tahan lama, dan lainnya.


Berdasarkan data Booklet Bauksit 2020 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengolah data USGS Januari 2020, jumlah cadangan bauksit Indonesia mencapai 1,2 miliar ton atau 4% dari cadangan bijih bauksit dunia yang sebesar 30,39 miliar ton. Ini menjadikan Indonesia menjadi pemilik cadangan bauksit terbesar nomor 6 dunia.

Direktur Pembinaan Program Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sunindyo Suryo mengatakan, kini tengah dilakukan pembangunan 12 pabrik pengolahan (smelter) bauksit menjadi alumina. Bila itu tuntas dibangun dan mulai beroperasi, maka kapasitas input bijih bisa melonjak menjadi 35 juta ton per tahun.

Dia mengatakan, dengan dibangunnya 12 pabrik pemurnian alumina yang baru, maka diharapkan akan bisa menyerap seluruh bijih bauksit yang diproduksi. Dengan demikian, produksi alumina dalam negeri pun dapat ditingkatkan hingga keseluruhan mencapai 13,9 juta ton per tahun.

"Dengan rincian, 1,3 juta ton berupa produk Chemical Grade Alumina (CGA) dan 12,6 juta ton berupa Smelter Grade Alumina (SGA)," lanjutnya.

Produksi Alumina di Indonesia sebesar 1,1 juta ton di mana Alumina (SGA dan CGA) diekspor sebesar 1,08 juta ton (SGA : 1,06 juta ton dan CGA : 51,8 ribu ton). Artinya, jumlah ekspor alumina sebesar 98,18% dari total produksi.

Dengan porsi ekspor yang sama, maka setelah 12 pabrik pemurnian bauksit berjalan, potensi volume ekspor alumina akan mencapai 13,65 juta ton. Potensi ekspor tersebut bernilai US$ 5,6 miliar dengan harga alumina saat ini US$ 411,16/ton. Jika dirupiahkan, maka total nilai ekspor alumina tersebut menjadi Rp 80,14 triliun (kurs Rp 14.279,05).

Selain menambah smelter alumina, pemerintah juga menargetkan setidaknya ada tambahan kapasitas pabrik aluminium di Tanah Air. Karena masih minimnya pasokan dalam negeri, maka selama ini RI masih mengimpor sekitar 748 ribu ton logam aluminium per tahun.

Sunindyo mengatakan, setidaknya diperlukan tambahan pabrik logam aluminium baru berkapasitas 3 x 250 ribu ton aluminium per tahun. Adapun nilai investasi untuk menambah smelter baru ini menurutnya mencapai US$ 1-2 miliar atau sekitar Rp 28,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per US$).

Jokowi optimistis jika ekspor bauksit dihentikan dan diolah menjadi barang jadi seperti aluminium, maka nilai tambah bagi Indonesia akan semakin besar dan nilai ekspor akan meroket menjadi sekitar US$ 20 miliar - US$ 23 miliar.

Sebagai informasi, nilai ekspor aluminium Indonesia mencapai US$ 423,73 juta pada periode Januari-Agustus 2021. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tambang Kerap Diterpa Isu Lingkungan, Begini Saran DPR