Wow! RI Bisa Ketiban Durian Runtuh Jika Ekspor Bauksit Distop

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Rabu, 24/11/2021 12:20 WIB
Foto: Infografis/Harta Karun RI/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin serius untuk menghentikan ekspor komoditas tambang mentah, mulai dari bauksit, tembaga hingga timah.

Bahkan, Presiden meminta agar tahun depan Indonesia bisa menghentikan ekspor bauksit. Bila ekspor bauksit ini dihentikan, dan kemudian Indonesia hanya mengekspor produk setengah jadi berupa alumina atau bahkan produk jadi seperti aluminium, maka menurutnya nilai tambah bagi Indonesia akan semakin besar dan nilai ekspor akan meroket menjadi sekitar US$ 20 miliar - US$ 23 miliar atau sekitar Rp 284 triliun hingga Rp 327 triliun (asumsi kurs Rp 14.200 per US$).

"Kalau nanti bauksit disetop, nilainya (ekspor) akan kurang lebih sama (dengan nikel), akan melompat ke angka-angka kurang lebih US$ 20-23 miliar," ungkapnya dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2021, Rabu (24/11/2021).


Menurutnya, dengan mengolah bauksit menjadi produk setengah jadi atau barang jadi, maka nilai ekspor tak akan berbeda jauh dari ekspor produk logam nikel. Seperti diketahui, pemerintah telah melarang ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020 lalu, sehingga ekspor nikel saat ini hanya lah produk yang telah melalui proses pengolahan dan pemurnian, seperti Nickel Pig Iron (NPI), feronikel, nickel matte, serta stainless steel.

"Kita ingin bahan-bahan mentah dalam bentuk setengah jadi atau barang jadi karena kita inginkan nilai tambah, misalnya seperti besi baja. Pada saat ekspor nikel, mungkin 3-4 tahun lalu kita ada di angka US$ 1,1 miliar. Tahun ini perkiraan sudah meloncat jadi US$ 20 miliar, karena stop nikel dari Rp 15 triliun melompat jadi Rp 228 triliun. Ini akan memperbaiki neraca pembayaran, neraca transaksi pembayaran membaik," paparnya.

Dia menegaskan, pelarangan ekspor bahan mentah tidak hanya berhenti pada nikel, tapi juga dilanjutkan ke komoditas lain seperti bauksit, tembaga dan juga timah.

"Kemudian yang ingin kita lanjutkan transformasi ekonomi tidak boleh berhenti, reformasi struktural tidak boleh berhenti, karena ini basic setelah memiliki infrastruktur. Tidak boleh lagi yang namanya ekspor bahan-bahan mentah, raw material, ini stop, udah stop, mulai dari nikel, mungkin tahun depan itung-itungan stop ekspor bauksit, tahun depannya lagi bisa stop tembaga, tahun depan lagi stop timah," tuturnya.

Dia mengatakan, pada 2018 neraca perdagangan masih defisit US$ 18,41 miliar, tapi tahun ini hingga Oktober 2021 defisit menurun menjadi US$ 1,5 miliar, khusus ke China.

"Yang dulu defisit, tahun depan sudah surplus dengan RRT (China). Artinya, barang kita akan lebih banyak masuk dengan nilai yang lebih baik dari sebelumnya. Ini baru urusan nikel disetop," pungkasnya.

"1,2,3,4 komoditas, bayangkan diindustrialisasikan, dihilirisasikan di negara kita meskipun kita memang digugat di WTO, gak masalah," lanjutnya.

"Saya sampaikan di G20, dengan EU, dengan negara-negara Eropa, kita tidak ingin mengganggu kegiatan produksi mereka kok, silahkan, kita terbuka, kita tidak tertutup. Kalau ingin nikel silahkan, tapi datang bawa pabriknya ke Indonesia, bawa industri ke Indonesia, bawa teknologi di Indonesia," pungkasnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Polemik Tambang Nikel Raja Ampat, Bahlil Ungkap "Titah" Prabowo