
Krisis Listrik Gak Ngaruh, Ekspor China Tetap Meroket!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekspor China pada September tetap meningkat dengan kuat meskipun ada krisis listrik dan kebangkitan kasus lokal Covid-19. Kenaikan ekspor ini terjadi berkat permintaan global yang masih solid.
Negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah melakukan rebound yang mengesankan selama pandemi. Ekspor yang tangguh dapat memberikan penyangga saat aktivitas pabrik dan konsumsi yang terus melemah, serta sektor properti yang melambat.
China mencatat ekspor pada September 2021 melonjak 28,1% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah ini juga naik dari pertumbuhan di Agustus yang sebesar 25,6%. Analis yang disurvei oleh Reuters sebelumnya memperkirakan pertumbuhan akan turun menjadi 21%.
"Ekspor terus mengungguli dan lebih cepat, bahkan setelah menghilangkan dampak dari efek dasar," kata Erin Xin, ekonom Greater China di HSBC, dikutip dari Reuters, Rabu (13/10/2021).
Analis lain mengatakan, penjatahan listrik pada September mungkin belum mempengaruhi ekspor, tetapi dapat membatasi produksi dan meningkatkan biaya untuk produsen China pada beberapa bulan mendatang.
Kekurangan listrik yang disebabkan oleh transisi ke energi bersih, permintaan industri yang kuat, dan harga komoditas yang tinggi telah menghentikan produksi di banyak pabrik. Ini termasuk banyak perusahaan pemasok seperti Apple dan Tesla sejak akhir September.
Pabrik-pabrik di provinsi timur Guangdong dan Zhejiang, yang masing-masing jadi pembangkit tenaga ekspor utama, diminta untuk mengubah produksi mereka sepanjang minggu. Tidak sedikit pemilik mengeluh tentang kekacauan yang ditimbulkan oleh pembatasan pada jadwal kerja.
Sebelumnya, pabrik dapat beroperasi pada malam hari tetapi sekarang larangan tersebut berlaku 24 jam pada hari penjatahan. Pabrik itu diminta berhenti menggunakan listrik pemerintah pada tiga hari kerja pekan ini.
Jajak pendapat terbaru Reuters menunjukkan analis telah menurunkan ekspektasi mereka untuk pertumbuhan setahun penuh China menjadi 8,2% dari 8,6% yang terlihat pada Juli, dengan perlambatan lebih lanjut menjadi 5,5% pada 2022. Pada basis triwulanan, pertumbuhan pada kuartal ketiga mungkin telah mendingin menjadi hanya 0,5% dari 1,3% di April-Juni.
Sementara impor China pada September naik 17,6%, tertinggal dari perkiraan kenaikan 20% dalam jajak pendapat Reuters dan pertumbuhan 33,1% bulan sebelumnya.
China mencatat surplus perdagangan sebesar US$ 66,76 miliar pada September, dibandingkan perkiraan jajak pendapat untuk surplus US$ 46,8 miliar dan US$ 58,34 miliar pada Agustus.
Menurut perhitungan Reuters berdasarkan data bea cukai, surplus perdagangannya dengan Amerika Serikat (AS) naik menjadi US$ 42 miliar, naik dari US$ 37,68 miliar pada Agustus.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China Mau Rilis Data Perdagangan, Begini Proyeksinya