
Kabar Ga Enak Baru Datang dari Ekonomi China, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - EksporĀ China tumbuh melemah pada periode Juli 2024. Hal ini terjadi saat situasi ekonomi Negeri Tirai Bambu membawa kekhawatiran baru bagi para pelaku pasar.
Data Bea Cukai China, Rabu (7/8/2024), menunjukan ekspor Negeri Tirai Bambu dalam dolar AS naik 7% pada bulan Juli dari tahun lalu, berada di bawah jajak pendapat Reuters yang mencatatkan kenaikan 9,7%. Angka Juli juga lebih lambat dari pertumbuhan 8,6% pada bulan Juni.
Di sisi lain, impor berdenominasi dolar AS naik pada bulan Juli sebesar 7,2%. Ini jauh lebih tinggi dari jajak pendapat Reuters yang sebelumnya memprediksi kenaikan impor sebesar 3,5%.
Untuk perdagangan denominasi yuan, ekspor juga memperlambat pertumbuhan mereka menjadi hanya 6,5% pada Juli 2024. Di sisi lain, impor yang didenominasi di Yuan naik sebesar 6,6% dalam periode yang sama.
Secara mitra dagang, ekspor China ke Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa masing-masing tumbuh sekitar 8% tahun-ke-tahun pada bulan Juli. Untuk ke ASEAN, ekspor melonjak 12%, menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai mitra dagang terbesar di Beijing.
Dari segi mitra dagang impor, impor China dari AS melonjak 24% tahun-ke-tahun di bulan Juli. Untuk impor dari ASEAN naik 11% sementara yang dari Uni Eropa naik 7%.
"Ekspor China ke Rusia turun 3% dalam dolar AS, sementara impor naik 5%," tambah data resmi yang dikutip CNBC International.
Dari perspektif sektoral, ekspor mobil China naik 26% tahun-ke-tahun menjadi 553.000 kendaraan. Ekspor peralatan rumah tangga naik 17%, sementara ekspor smartphone juga tumbuh. Ekspor tanah jarang turun 19%.
"Impor minyak mentah China naik sebesar 8%, sedangkan gas alam naik 6%," tulis data itu.
Pada bulan Juni, impor tiba -tiba turun karena permintaan domestik tetap lemah. Di tengah hambatan dari sektor real estat dan pengeluaran konsumen yang kurang kuat , ekspor telah bertahan sebagai salah satu tempat terang dalam perekonomian China.
Ekonomi China tumbuh sebesar 5% pada paruh pertama tahun ini. Namun perlambatan laju penjualan ritel yang hanya mencapai 2% pada Juni menimbulkan keraguan tentang mencapai target PDB setahun penuh.
Ketika ditanya minggu lalu tentang rencana stimulus untuk paruh kedua tahun ini, para pejabat Beijing menekankan tujuan jangka panjang untuk mengembangkan teknologi canggih dan 'pendorong pertumbuhan baru' lainnya, tanpa menjelaskan lebih rinci apa saja yang dirancang sebagai motor pertumbuhan.
"Ekonomi menghadapi tantangan tidak hanya dari lingkungan eksternal tetapi juga dari transformasi struktural. Rasa sakit harus dialami dalam proses mendorong pembangunan berkualitas tinggi," ucap seorang pejabat dari Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional di Badan Perencanaan Ekonomi China.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siap-Siap! Mulai 1 Juli 2024, China Larang Ekspor Barang-Barang Ini
