
Aturan PLTS Atap Diubah, Biaya Listrik PLN Bisa Naik!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Bahkan, sampai 2025 setidaknya akan ada penambahan kapasitas hingga 3,6 giga watt (GW) dari PLTS Atap.
Salah satu upaya pemerintah untuk menggencarkan PLTS Atap adalah dengan merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 jo No. 13/2019 jo No.16/2019 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero).
Dalam peraturan baru nantinya, ketentuan ekspor listrik dari pelanggan dinaikkan menjadi 100% dari peraturan saat ini dibatasi 65%. Dengan demikian, diharapkan semakin banyak pelanggan yang tertarik memasang PLTS Atap.
Namun di sisi lain, adanya rencana revisi peraturan terkait PLTS Atap tersebut, ternyata akan berdampak pada meningkatnya Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik PLN.
Direktur Tropical Renewable Energy Center Universitas Indonesia (UI) Eko Adhi Setiawan mengatakan, hal yang berpotensi memicu ini menaikkan BPP listrik PLN yaitu karena adanya skema take or pay (TOP) pada kontrak jual beli listrik dengan pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Dengan skema TOP ini, PLN harus membeli listrik dari perusahaan pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) PLTU sesuai kontrak. Dia menggambarkan, misalnya listrik terkontrak 100 mega watt (MW), meski konsumsinya di bawah 100 MW, tapi PLN harus tetap membayar 100 MW.
Seperti diketahui, pada masa pandemi Covid-19 ini, konsumsi listrik anjlok. Di sisi lain, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selalu meminta agar BUMN mencetak profit.
Dengan masuknya PLTS Atap, maka suplai listrik PLN akan semakin besar, sehingga akan berdampak pada pengurangan permintaan PLN ke listrik PLTU yang telah terkontrak dengan IPP.
"Kalau ini (PLTS Atap) makin besar masuk ke jaringan, otomatis PLN akan minta pengurangan pasokan pada IPP (PLTU), tapi ketika permintaan turun, PLN harus tetap bayar sesuai PPA (Power Purchase Agreement/ Perjanjian Jual Beli Listrik)-nya," tuturnya dalam webinar PLTS yang diselenggarakan IESR, Selasa (31/08/2021).
"Jadi otomatis ketika makin besar pasokan, makin kecil ini (listrik dari PLTU), tapi PLN harus bayar penuh. Ini ada risiko kenaikan BPP karena dia harus bayar, padahal pemasukan berkurang," lanjutnya.
Oleh karena itu , menurutnya banyak pihak yang mengusulkan agar TOP ini dikendalikan, karena dalam hal ini IPP sudah untung. Skema TOP menurutnya perlu ditinjau kembali agar tidak memberatkan PLN.
"Ini susah sekali, ini banyak hantunya, gede-gede dan tokoh-tokoh nasional juga. Harusnya kan BUMN ini mengerti, memang konsekuensi logis," terangnya.
Dia menyarankan agar masalah ini tidak hanya ditangani oleh Kementerian ESDM, namun juga Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Karena pemanfaatan PLTS Atap juga menjadi program pemerintah.
"Mungkin bisa Kementerian BUMN harus turun, masalah listrik gak hanya ESDM saja, harus BUMN karena minta profit keuangan juga," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pemerintah menargetkan sebanyak 3.614,9 Mega Watt (MW) atau sekitar 3,6 Giga Watt (GW) PLTS Atap dapat dikembangkan.
Pihaknya pun menargetkan kapasitas 3,6 GW ini bisa tercapai paling cepat pada 2024 atau setidaknya pada 2025 mendatang.
"Target 3,6 GW ini 2025 atau 2024 paling cepat. Bisa jadi demand ke depan lebih besar, kami yakini tidak akan berdampak banyak pada kestabilan sistem," ungkapnya dalam konferensi pers, Jumat (27/08/2021).
Adapun salah satu upaya untuk memasifkan PLTS Atap ini yaitu pemerintah mengubah ketentuan batasan ekspor listrik yang bisa dilakukan pelanggan ke PT PLN (Persero) yang semula 65% direvisi menjadi 100%.
"Angka 65% ini dianggap belum menarik, kenapa belum menarik? selama 3,5 tahun dimulai, baru 35 mega watt (MW) (terpasang), nah yang paling simple apa yang bisa dilakukan agar menarik, ya 65% dinaikkan," paparnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aturan PLTS Atap Diubah, Pemakai Tak Bisa Jual Listrik ke PLN