
PLTS Atap Bisa Bikin Pendapatan PLN Hilang Rp5,7 T, Kok Bisa?

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 5,7 triliun per tahun bila Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap 3,6 Giga Watt (GW) beroperasi pada 2024 atau 2025 mendatang.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana.
Dadan menyebut, potensi kehilangan pendapatan PLN ini dihitung berdasarkan potensi penurunan penerimaan PLN karena konsumen memakai listrik sendiri dari PLTS Atap dan ekspor dan impor PLTS Atap yang dilakukan oleh pelanggan.
Dengan asumsi produksi PLTS Atap 5,38 Tera Watt hour (TWh) per tahun dari kapasitas 3,6 GW tersebut, yang dipakai sendiri oleh pelanggan mencapai 4,58 TWh per tahun atau setara penurunan penerimaan Rp 4,93 triliun per tahun, dan ekspor listrik ke PLN sekitar 0,80 TWh per tahun atau setara pengurangan pendapatan Rp 0,86 triliun per tahun.
Asumsi penurunan pendapatan Rp 0,86 triliun per tahun ini dengan perkiraan potensi berkurangnya penerimaan PLN karena menanggung biaya non bahan bakar Rp 0,27 triliun per tahun dan Rp 0,59 triliun per tahun dari potensi berkurangnya penerimaan PLN apabila tidak bisa menjual listrik.
"Listrik yang diterima oleh PLN dari ekspor PLTS Atap disalurkan kepada konsumen lain," ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (27/08/2021).
Dia menyebut, potensi dampak berkurangnya penerimaan yang akan ditanggung PLN terjadi akibat rugi-rugi teknis dalam distribusi listrik dari lokasi PLTS Atap ke konsumen dan biaya non bahan bakar lainnya.
Apabila terjadi ekspor PLTS Atap ke jaringan PLN, listrik akan secara natural disalurkan ke konsumen terdekat.
Tapi di sisi lain, lanjutnya, PLN bisa memiliki potensi peningkatan penerimaan dari penjualan nilai karbon dari hasil ekspor listrik pelanggan ke PLN per tahunnya.
Dia menyebut, potensi penerimaan dari penjualan nilai karbon mencapai Rp 0,14 triliun per tahun dan potensi penerimaan dari penjualan sertifikat energi terbarukan (REC) Rp 0,019 triliun per tahun.
"Total potensi pendapatan dari nilai karbon plus REC sekitar Rp 0,15 triliun per tahun," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kejar Target 3,6 GW, Ternyata Baru Segini Kapasitas PLTS Atap
