Jakarta, CNBC Indonesia - Pada 9 Agustus 2021 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Aktivitas masyarakat (PPKM) Level 4 berlanjut hingga 16 Agustus 2021. Hari H itu sudah tiba.
Sepekan perpanjangan PPKM, apakah pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sudah lebih terkendali?
Kementerian Kesehatan melaporkan, jumlah kasus positif corona per 15 Agustus 2021 adalah 3.854.354 orang. Bertambah 20.813 orang dari hari sebelumnya, tambahan kasus harian terendah sejak 29 Juni 2021.
Sepanjang 10-15 Agustus 2021 (masa pemberlakuan perpanjangan PPKM), rata-rata tambahan pasien positif baru adalah 27.936 orang setiap harinya. Turun dibandingkan rerata selama enam hari sebelumnya yaitu 31.673 orang per hari. Terlihat kurva kasus positif Indonesia sudah melandai, tidak lagi bergerak ke atas seperti awal bulan lalu.
Kabar baik lainnya, angka kesembuhan terus bertambah. Pada 15 Agustus 2021, ada 30.361 orang yang sembuh dari serangan virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut, lebih banyak ketimbang kasus baru.
Sepanjang 10-15 Agustus 2021, rata-rata 37.050 orang sembuh dari Covid-19 saban harinya, jauh lebih banyak ketimbang rerata penambahan pasien baru. Akibatnya, tekanan terhadap sistem pelayanan kesehatan berkurang, yang terlihat dari data kasus aktif.
Kasus aktif adalah pasien yang masih dalam perawatan, baik secara mandiri atau di fasilitas kesehatan. Data ini menggambarkan seberapa berat beban yang ditanggung oleh sistem pelayanan kesehatan suatu negara.
Per 15 Agustus 2021, jumlah kasus aktif tercatat 384.807 orang, turun 10.770 orang dari hari sebelumnya. Kasus aktif mencapai titik terendah sejak 12 Juli 2021.
 Sumber: Worldometer |
Soal vaksinasi anti-virus corona, Indonesia pun semakin membaik. Rata-rata tujuh harian vaksinasi per 14 Agustus 2021 adalah 1.180.763 dosis per hari. Ini adalah rekor tertinggi sepanjang vaksinasi anti-virus corona.
Vaksin menjadi penting dalam pengendalian pandemi. Dengan vaksinasi, risiko tertular virus corona menjadi lebih kecil. Andai tertular, risiko mengalami gejala yang lebih berat pun lebih rendah.
Halaman Selanjutnya --> Semua Belum Baik-baik Saja
Namun bukan berarti semua sudah baik-baik saja. Risiko penularan masih tinggi, terlihat dari data rasio kasus positif terhadap jumlah tes (positivity rate).
Pada 14 Agustus 2021, positivity rate Indonesia ada di 22,5%. Ini memang yang terendah sejak 7 Agustus 2021, tetapi masih tinggi karena setidaknya satu dari lima orang yang dites terkonfirmasi mengidap Covid-19.
Ingat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan positivity rate tidak lebih dari 5% untuk menyebut pandemi sudah terkendali. Kalau masih di atas 20%, maka tentu masih jauh dari kata terkendali.
Selain itu, ada kecenderungan mobilitas masyarakat kembali meningkat jelang perpanjangan PPKM selesai. Mengutip Apple Mobility Index, indeks mobilitas masyarakat Indonesia dengan mengemudi pada 13 Agustus 2021 adalah 102,76. Artinya, pergerakan masyarakat di luar rumah dengan mengemudi sudah berada di atas kondisi normal sebelum pandemi.
Sementara indeks mobilitas dengan berjalan kaki pada 13 Agustus 2021 adalah 77,65. Memang belum di atas 100, artinya masih di bawah kondisi sebelum pandemi. Namun nilai indeks di 77,65 adalah yang tertinggi sejak 8 Agustus 2021.
Halaman Selanjutnya --> PPKM Bikin Ekonomi 'Pincang'
Oleh karena itu, dengan menimbang aspek kesehatan, agar pandemi lebih terkendali, agar semakin sedikit rakyat Indonesia yang sakit dan tutup usia akibat virus corona, maka ada baiknya PPKM berlanjut lagi. Namun tentu ada perkembangan lain yang tidak bisa dikesampingkan yaitu aspek sosial-ekonomi.
Berbagai data ekonomi terbaru menunjukkan bahwa PPKM telah memukul urusan terduitan di Tanah Air. Paling baru adalah penjualan ritel.
Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel pada Juni 2021 tumbuh positif. Namun bulan selanjutnya diperkirakan terjadi kontraksi atau pertumbuhan negatif.
Pada Juni 2021, penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh 2,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Meski masih tumbuh, tetapi jauh melambat dibandingkan Mei 2021 yang naik 14,7% yoy.
Secara bulanan (month-to-month/mtm), IPR bahkan membukukan kontraksi yaitu minus 12,8%. Jauh memburuk dibandingkan Mei 2021 yang tumbuh positif 3,2%.
"Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) mengindikasikan kinerja penjualan eceran terbatas dibandingkan dengan capaian pada bulan sebelumnya. Responden menyampaikan hal tersebut disebabkan menurunnya permintaan masyarakat sejalan dengan kembali normalnya konsumsi masyarakat pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri, khususnya pada Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau," sebut laporan BI.
Untuk Juli 2021, BI memperkirakan penjualan ritel tumbuh -6,2% yoy. Secara bulanan juga terjadi kontraksi yaitu minus 8,3%.
"Responden menyampaikan permintaan untuk kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau diprakirakan masih cukup baik didukung berbagai strategi seperti penjualan secara online/pesan antar yang meningkat seiring dengan kebijakan pembatasan mobilitas. Secara tahunan, penjualan eceran Juli 2021 terkontraksi 6,2% (yoy), terutama pada Kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi, Barang Budaya dan Rekreasi, dan Subkelompok Sandang," lanjut keterangan BI.
Jika kemudian Presiden Jokowi memutuskan ada pelonggaran, maka efeknya memang bagus bagi perekonomian. 'Roda' ekonomi yang macet akan kembali berputar, meski belum dalam kecepatan penuh.
Namun pelonggaran akan memumculkan risiko peningkatan penularan virus corona. Seperti flu, virus corona akan lebih mudah menular ketika terjadi peningkatan kontak dan interaksi antar-manusia.
Memang serba salah. Namun seperti inilah hidup di tengah pandemi. Sebelum pandemi selesai, rasanya taik-ulur antara aspek kesehatan dan sosial-ekonomi akan terus terjadi.
TIM RISET CNBC INDONESIA