Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk menekan laju penyebaran virus corona, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal Juli 2021 memutuskan untuk memperketat aktivitas dan mobilitas rakyat. Kebijakan itu diberi nama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Berlaku pada 3-20 Juli 2021, PPKM Darurat kemudian menjelma menjadi PPKM bertingkat. Level 4 adalah yang paling ketat, lebih kecil angkanya semakin longgar.
PPKM Darurat dan Level 4 yang berlaku di wilayah Jawa-Bali sepanjang Juli mengamanatkan pekerja di sektor non-esensial dan non-kritikal 100% bekerja dari rumah. Restoran tidak boleh melayani pengunjung yang makan-minum di tempat. Pusat perbelanjaan alias mal harus tutup sementara. Sekolah pun belum bisa menggelar kegiatan belajar-mengajar tatap muka.
Pengetatan ini berhasil menekan penyebaran penyakit yang disebabkan virus corona SARS CoV-2 (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Angka penambahan pasien positif harian yang pada pertengahan Juli sempat di atas 50.000 orang dalam sehari ini turun ke belasan ribu, bahkan sempat di bawah 10.000. Terlihat kurva kasus positif mulai melandai, tidak lagi menanjak seperti bulan lalu.
Namun PKPM Darurat yang berlanjut ke Level 4 dipekirakan bakal memukul aspek sosial-ekonomi. Kalau aktivitas dan mobilitas masyarakat dibatasi, maka ekonomi akan terdampak di dua sisi sekaligus, pasokan dan permintaan.
Sejumlah data memberi konfirmasi akan hal ini. Aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia pada Juli 2021 kembali ke zona kontraksi di bawah 50. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga turun ke bawah 100, menunjukkan masyarakat pesimistis menghadapi situasi ekonomi saat ini hingga enam bulan mendatang.
Halaman Selanjutnya --> Setoran Pajak Malah Naik
Akan tetapi ada yang menarik. Meski katanya dunia usaha dan rumah tangga 'berdarah-darah', tetapi data lain menunjukkan sebaliknya.
Data itu adalah penerimaan pajak. Setoran pajak menggambarkan denyut perekonomian, karena pajak dibayarkan ketika terjadi penambahan kekayaan (Pajak Penghasilan/PPh) dan saat terjadi transaksi (Pajak Pertambahan Nilai/PPN).
Penerimaan PPh 21, yang dibayar rutin oleh pekerja baik swasta, pemerintahan, maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pada Juli 2021 naik 5,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Sebulan sebelumnya, setoran PPh 21 tumbuh 5%.
Sementara sepanjang Januari-Juli 2021, penerimaan PPh 21 akhir tumbuh positif 0,7% yoy. Jauh membaik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh -5% yoy.
Demikian pula PPN. Pada Juli 2021, PPN Dalam Negeri (PPN DN) tumbuh impresif 51,3% yoy, jauh membaik dibandingkan Juni 2021 yang naik 34,8% yoy.
Pada tujuh bulan pertama 2021, setoran PPN DN melonjak 24,7% yoy. Padahal pada periode yang sama tahun lalu -16,% yoy.
Data setoran pajak ini menggambarkan bahwa ekonomi tidak mati-mati amat akibat PPKM. Masih ada geliat, masih bisa tumbuh.
 Sumber: Kementerian Keuangan |
Halaman Selanjutnya --> Sektor yang Terpukul Pandemi Susah Bangkit
Secara sektoral, penerimaan pajak di sektor ekonomi utama pun bermekaran. Sektor dengan pertumbuhan setoran pajak tertinggi adalah informasi dan komunikasi. Pada Januari-Juli 2021, penerimaan pajak dari sektor ini melonjak 19,9% yoy.
"Sektor informasi dan komunikasi merupakan pemenang dalam Covid ini. Tahun lalu kontraksinya sangat kecil, tetapi kemudian rebound-nya hampir mendekati 20%. Kita lihat kuartal I sektor ini tumbuhnya sudah cukup tinggi yaitu 9,5%. Pada bulan Juli sendiri mencapai 44,7%," jelas Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan.
Bahkan sektor yang mengalami pukulan cukup dalam seperti transportasi dan pergudangan juga sudah pulih. Pada Januari-Juii 2021, setoran pajak dari sektor ini tumbuh positif 2,9% yoy. Pada Juli 2021 saja, pertumbuhan penerimaan pajaknya melonjak 34,8%.
"Pada kuartal II, sektor ini sudah menunjukkan turnaround dengan pertumbuhan 5%," ujar Sri Mulyani.
 Sumber: Kementerian Keuangan |
Akan tetapi, data ini juga harus disikapi dengan hati-hati. Pasalnya 2020 yang dijadikan perbandingan memberi basis yang rendah (low-base effect), karena tahun lalu aktivitas dan mobilitas masyarakat juga dibatasi dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Jadi, geliat sedikit saja pada Juli 2021 akan menciptakan pertumbuhan yang tinggi. Apalagi pada Juli 2020 belum ada vaksin anti-virus corona yang membuat masyarakat belum nyaman beraktivitas di luar rumah.
Data penerimaan pajak yang tumbuh tinggi harus disyukuri. Namun sepertinya PPKM yang memberikan dampak negatif terhadap perekonomian tidak bisa terbantahkan.
"Peta pergerakan ekonomi kita ter-capture dari penerimaan pajak dan masih ada akselerasi tinggi di Juli. Tentu nanti kita akan lihat dampak PPKM yang dilakukan hingga pertengahan Agustus ini," tutur Sri Mulyani.
TIM RISET CNBC INDONESIA